TEMPO.CO, Jakarta – Redaktur Eksekutif Majalah Tempo, Bagja Hidayat, akan menjadi salah satu pembicara dalam Global Landscape Forum (GLF) yang berlangsung di Sharm El-Sheikh, Mesir, pada 11 November 2022. Forum tersebut merupakan rangkaian dari Konferensi Iklim ke-27 atau COP27 yang berjalan pada 6-18 November.
“Tempo menaruh perhatian sangat besar pada isu lingkungan karena pemerintah secara resmi mengajukan janji turut serta mengurangi emisi dalam proposal nationally determined contributions (NDC),” ujar dia pada Ahad, 6 November 2022.
Bagja diundang oleh Pulitzer Center untuk menjelaskan kerja jurnalistik Majalah Tempo dalam meliput isu lingkungan, yang berkaitan langsung dengan mitigasi krisis iklim. Dalam lima tahun terakhir, Majalah Tempo menambah fokus liputan pada isu-isu lingkungan. Hampir tiap pekan, majalah mingguan itu menyediakan satu editorial untuk membahas kebijakan-kebijakan mitigasi iklim.
Adapun konferensi tahunan The United Nations Framework Convention on Climate Change PBB itu akan dihadiri oleh delegasi dari 197 negara. Para delegasi bakal membahas upaya mencegah kenaikan suhu bumi 1,5 derajat Celsius pada 2030 dengan menurunkan emisi gas rumah kaca. Sejumlah rangkaian forum akan dihelat seiring dengan berlangsungnya agenda utama COP27.
Baca juga: Kemenkeu Sebut Perubahan Iklim karena Kerusakan Lingkungan Tak Hanya Ganggu Perekonomian
Para pesohor dunia bisa mengekspresikan pendapat mereka melalui pelbagai forum itu untuk membangun kesadaran dunia yang sedang tak baik-baik saja akibat krisis iklim. Pada 2015, negara-negara anggota PBB menyepakati Perjanjian Paris dalam COP21 menahan suhu bumi di bawah 1,5 C dibanding masa praindustri 1800-1850 pada 2030.
Caranya dengan menurunkan 45 persen jumlah emisi global, mencegah deforestasi, mengurangi pemakaian energi fosil, dan membuat inovasi dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Dengan perkembangan itu, Majalah Tempo memfokuskan liputan isu lingkungan untuk mengetahui kesesuaian program pemerintah dengan janji mitigasi iklim ke dunia internasional.
Dalam liputan-liputan Tempo, janji menurunkan emisi tak sejalan dengan program pemerintah. “Misalnya, membangun ekosistem energi hijau dengan teknologi baterai mengakibatkan deforestasi akibat penambangan nikel,” kata Bagja.
Selain itu, program food estate atau lumbung pangan untuk mencegah krisis pangan akibat perubahan iklim membuat hutan sekunder dan gambut di Kalimantan Tengah bertambah rusak. Selain mengakibatkan banjir, pembangunan lumbung pangan menimbulkan konflik dengan masyarakat adat.
Untuk meluaskan dampak liputan jurnalistik krisis iklim, Pulitzer memfasilitasi kerja sama dengan universitas dalam program Impact Seeds Funding. Lembaga jurnalistik berbasis di Washington D.C. itu memberikan hibah kepada peneliti untuk melanjutkan liputan para fellow dengan penelitian.
“Pulitzer juga memfasilitasi para jurnalis bertemu mahasiswa untuk berbagi cerita tentang liputan investigasi krisis iklim,” ucap dia.
Tempo juga melangkah lebih jauh dengan membuat proyek kolaborasi dengan media kampus Universitas Katolik Atmajaya Yogyakarta untuk menjalankan liputan bersama. Dipandu oleh wartawan Tempo, para mahasiswa akan membuat liputan isu lingkungan di Yogyakarta.
“Hasilnya kami akan terbitkan secara bersama-sama. Semua ini akan menjadi materi presentasi di forum COP27,” tutur Bagja.
Baca juga: COP27 Dibuka, Nasib Negara Miskin Terdampak Perubahan Iklim Belum Jelas
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments