TEMPO.CO, Jakarta – Lembaga Survei Indonesia atau LSI mengungkap hasil survei kepercayaan publik salah satunya mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Survei itu dilakukan dengan metode wawancara melalui sambungan telepon terhadap 1.229 responden yang tersebar di seluruh Indonesia itu menyebut bahwa mayoritas publik percaya bahwa transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan memang ada.
“Ada 35,5 persen masyarakat yang mengikuti berita itu atau yang tahu bahwa ada berita soal aliran dana tidak wajar sebesar lebih dari Rp 300 triliun yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Pak Mahfud MD,” ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers virtual pada Ahad, 9 April 2023.
Menurut Djayadi, 67,6 persen responden yang tahu mengenai informasi tersebut meyakini atau percaya bahwa memang ada transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Sementara yang tidak percaya sekitar 18,1 persen. Selebihnya menyatakan tidak tahu.
Berdasarkan hasil survei tersebut, lanjut Djayadi, bisa dimaknai bahwa kasus dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan adalah isu yang cukup menjadi sorotan publik. Itu juga menunjukkan kepercayaan publik terhadap Mahfud MD.
Di sisi lain, Djayadi melanjutkan, hasil survei LSI juga menunjukkan bahwa 50 persen responden yang mengetahui informasi tentang dugaan transaksi mencurigakan tersebut mengaku tahu bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa aliran dana itu tidak seluruhnya ada di Kemenkeu. “Di antara yang tahu tersebut 66,7 persen percaya dengan Ibu Sri Mulyani,” ucap Djayadi.
Sehingga jika melihat data tersebut, menurut dia, baik terhadap Mahfud MD maupun Sri Mulyani, masyarakat sama-sama percaya terhadap keduanya. Alasannya, Djayadi berujar, mungkin karena pernyataan keduanya yang tidak terlalu kontradiktif.
“Maksud saya kalau misalnya Ibu Sri Mulyani menyatakan tidak ada mungkin persepsi masyarakat beda,” tutur dia.
Metodologi survei telepon itu dilakukan dengan alasan bahwa LSI memiliki data populasi pemilih Indonesia yang bisa terjangkau oleh telepon atau handphone mencakup 83 persen dari total populasi nasional. Usianya 17 tahun ke atas.
LSI mengambil sampel dengan metode random digit dialing (RDD) yang merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Dari proses RDD itu terpilih sebanyak 1.229 responden melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.
Margin of error survei diperkirakan adalah 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dilakukan oleh para telepon caller yang sudah dilatih. “Ada 27.428 nomor yang kami dapatkan melalui RDD, yang memenuhi syarat 1.489. Dari angka itu yang berhasil di wawancara 1.229. Ini adalah sampel yang representatif secara nasional,” ucap Djayadi.
Baca juga: Promo Tiket Pesawat Lion Air: Penerbangan dari Jakarta ke Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Pontianak
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments