EKONOM Universitas Indonesia Faisal Basri membeberkan alasan yang menjadi pemicu kuota BBM subsidi selalu cepat habis setiap tahun.
Menurutnya, kondisi itu terjadi karena harga jual eceran pertalite dan solar yang disalurkan PT Pertamina selalu berada di bawah harga yang terbentuk akibat mekanisme pasar.
Kondisi itu membuat siapapun ingin dan bisa mengonsumsi BBM bersubsidi, termasuk golongan mampu, hingga akhirnya penyalurannya tidak pernah tepat sasaran.
“Hukumnya, kalau menjual di bawah ongkos, pasti cepat habis, jadi langka. Siapapun akan membeli yang lebih murah kalau ada yang murah,” kata Faisal melalui keterangan tertulis, Rabu (31/8).
Ia pun menyarankan formula yang bisa diterapkan pemerintah untuk membendung dampak pergerakan harga minyak mentah dunia terhadap besaran subsidi, yaitu dengan memanfaatkan mekanisme fiskal.
Mekanisme fiskal yang ia maksud adalah dengan menyesuaikan pelaksanaan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumsi BBM.
“Jika harga minyak dunia sedang tinggi-tingginya, pemerintah bisa memungut PPN 11% dari BBM subsidi yang dijual di pasar. Tapi, ketika harga minyak mentah turun, pungutan PPN ditiadakan,” jelas Faisal.
Adapun, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menemukan sejumlah masalah yang menyebabkan bahan bakar minyak bersubsidi atau BBM subsidi tak tepat sasaran atau dinikmati masyarakat mampu.
Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon mengatakan, dari hasil pemantauan BPH Migas selama ini, kebanyakan penyelewengan penyaluran BBM bersubsidi yang terjadi dalam bentuk penimbunan.
“Ya memang kebanyakan itu ditimbun dan dilarikan ke konsumen-konsumen yang tidak berhak,” kata Patuan.
Pemerintah, lanjutnya, harus membenahi skema penyaluran BBM bersubsidi supaya tidak terus salah sasaran. Caranya ialah dengan membuat landasan hukum baru yang mendetilkan jenis kendaraan apa saja yang benar-benar bisa menikmati BBM bersubsidi seperti jenis pertalite dan solar.
“Selama ini Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM tidak dilengkapi apa saja kendaraan yang dibatasi bisa menggunakan BBM bersubsidi,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyaluran BBM bersubsidi selama ini tidak tepat sasaran. Untuk BBM jenis solar saja 89% dinikmati dunia usaha, dan hanya 11% dinikmati kalangan rumah tangga.
Namun, dari yang dinikmati rumah tangga itu ternyata 95% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5% yang dinikmati rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.
Adapun, untuk pertalite, 86% digunakan kalangan rumah tangga, dan 14% dinikmati kalangan dunia usaha. Tapi, dari porsi rumah tangga itu, sebesar 80% adalah rumah tangga mampu dan hanya 20% yang tergolong rumah tangga miskin. (OL-8)
Recent Comments