Sajak-sajak Zahid Ilyas 


Ilustrasi: Samba

Sajak Bong-Bong 

Bong, ayo Bong! 

Jangan berendam 

terus di dalam kolam 

nanti hati tambah hitam 

dan otakmu semakin karam 

Bong, ayo Bong! 

Keluar dan tatap matahari pagi 

biar jiwamu tak berlumuran dengki 

agar bisa mengisi kehidupan ini: 

berakal sehat dan bersih hati 

Bong, ayo Bong! 

Mumpung tersisa waktu 

sebelum maut menjemputmu 

lihatlah, betapa rusak negeri ini 

akibat ulah kau dan tuanmu sendiri 

Apa kalian menikmati semua ini 

sampai datang murka-Nya nanti? 

Baik Bong kalau begitu, sabarlah di sini 

mari sama-sama kita menunggu! 

Bogor, Juni 2022 

Pulang 

Malam bersenandung kelam 

sepi membawa kidung tikam 

kulumat di dada sang malam 

suara gerangan siapakah ini? 

Jangan wahai jiwa nan dahaga 

air minummu adalah cinta 

di dada sang malam 

sepi hendak kau rebahkan 

tidur saat haus gerogoti jiwa 

tinggalkan saja segores luka 

ketika kau sedang terjaga 

Jangan duhai lelaki bujang 

pada sepi yang awal 

pada jejak putih tertinggal 

barangkali kau luput perhitungkan! 

Malam bersenandung kelam 

sepi membawa kidung tikam 

pada ujung letih jiwaku 

di pusaran gelap dan terang 

itu suara kembali terdengar: 

pulang bujang, pulang! 

Sebelum sepi menjadi bara 

sebelum malam mengembus apinya 

sebelum syahwat terbakar sempurna 

pulang, ayo pulanglah! 

Bogor, Juli 2022 

Isyarat 

Dulu kerap kusiratkan tanda 

isyarat yang tak sempat kau baca 

di ceruk jiwamu telah kupahat jejak 

cinta yang tak tulus kau terus rawat 

Sekian lama memintal waktu bersamaku 

serupa mengurai simpul kusut seribu: 

“Sia-sia dan melelahkan,” katamu 

lalu engkau lenyap memilih jalanmu 

dan kudekap senyap sejak saat itu 

Pada acara seminar minggu lalu 

di hotel nun jauh dari kotamu dan kotaku  

sepasang bola mata indah berbinar 

pada lelaki paruh baya 

yang purna bermetamorfosa 

melampaui mimpi dahulu kala 

“Masih ingat aku kan, Han?” 

sapamu sambil mengulurkan tangan 

ah, masih saja lesung pipimu itu 

menghempasku ke lorong waktu 

yang pernah kita singgahi dulu 

Malam sehabis acara 

betapapun kuat isyaratmu dan hasratku 

untuk saling mengecup rindu 

biarlah tersimpan dalam bisu 

sebab aku paham isyarat sang waktu: 

“Dalam ketiadaanmu selama ini, terbangku tinggi. 

Jangan dekap lagi dalam resahmu, nanti 

sayapku patah kembali.” 

Bogor, Agustus 2021 

Di Sudut Masjid 

Di sudut masjid itu 

ada yang menelusuk ke dada 

meruapkan rasa indah, lapang 

dan hening saling bersenyawa 

namun seperti embun pagi 

mengecup tanah kering 

lalu lenyap tak menyisakan basah 

rasa pun menguap begitu saja 

Di sudut masjid itu 

ada yang samar-samar terbaca 

membuat lidahku kelu, terbata-bata 

kata demi kata mengejanya 

Ya Allah, masih saja 

hadirku di sini separuh jiwa 

sedangkan di luar sana 

jasadku rakus melahap segala 

halal, syubhat, dan hitam pekat juga 

hingga sebagian jiwaku yang lainnya 

selalu tersesat di kubangan dunia 

Ya Allah 

izinkan aku kelak kembali 

dengan jiwa yang lengkap  

bersimpuh sepenuh diri 

pada-Mu tuk terakhir kali 

Bogor, Agustus 2021 

Lubang Hitam Sejarah

Dalam lembaran sejarah

banyak kutemukan kisah 

tentang para penguasa 

yang terus meregangkan 

tali busur kezalimannya 

Mereka tarik tali itu sesukanya 

melesatkan anak-anak panah 

dengan sikap pongah penuh 

amarah kepada siapa saja 

yang mengusik singgasananya 

Syahwat kekuasaan, ketamakan 

dan kecemasan saling berkelindan 

membelit akal sehat mereka 

lalu merabunkan penglihatannya 

hingga tali busur itu terus diregangkan 

melesatkan anak panah yang kesekian 

mereka jatuh terperosok ke lubang hitam sejarah 

bersama tali yang putus dan busur yang patah 

Dalam lembaran sejarah 

sudah banyak dikisahkan sudah 

sekokoh apapun bangunan kekuasaan 

yang disangga tiang-tiang kezaliman

kebenaran selalu menemukan jalan

buat meruntuhkannya! 

Bogor, April 2020 

Hancurnya Peradaban 

Di negeri nun jauh di sana 

banyak orang tak bersalah 

diciduk dan dibungkam karena 

ditengarai ada niat jahat disembunyikan 

namun tak sedikit pula yang berbuat salah 

Di negeri nun jauh di sana 

bebas para penyalak berkeliaran 

katanya unsur niat jahat tak ditemukan 

sungguh aneh hukum di sana 

bukti perbuatan bisa diabaikan

niat malah dijadikan alat pembuktian

salah atau benar sebagai alat kekuasaan 

ditakar oleh rasa kesukaan dan kebencian 

Di negeri nun jauh di sana 

semakin langka wajah sejuk 

dan tutur kata bernas pemimpin 

saban hari rakyat dijejali kepalsuan 

sinetron murahan, dagelan kering, 

dan riuh celoteh para politisi begundal 

sambil mulutnya tak henti-hentinya  

mengunyah remah-remah kekuasaan 

Di negeri nun jauh di sana 

tak sedikit orang cerdik dan pandai 

menelikung akal sehatnya sendiri 

hingga tak mampu geleng kepala 

di hadapan kaum pemilik kuasa 

sementara di relung hati terdalam 

rakyat terus menyimpan geram 

meski tersisa sabar menyaksikan 

tingkah laku para begundal! 

Entah sampai kapan 

negeri itu bisa bertahan 

karena di lembaran sejarah 

berulang kali dikisahkan petuah: 

“Bukan kebodohan atau kemiskinan 

pun bukan derap langkah ketertinggalan 

melainkan sepucuk kezaliman demi kezaliman 

yang dapat menghancurkan bangunan peradaban!” 

Bogor, April 2020 

 

Baca juga: Sajak-sajak Remy Sylado

Baca juga: Sajak-sajak Dody Kristianto

Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 

Abdul Zahid Ilyas, dosen, penulis lepas, dan epidemiolog. Tulisan-tulisannya berupa opini, artikel, dan cerpen pernah dipublikasikan di sejumlah surat kabar nasional dan daerah serta media daring. Sehari-hari bergiat dan bekerja sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat. (SK-1) 

 



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »