
Rindu, Smooth Jazz Seperti yang Kita Mainkan
: kepada Asril Gunawan
Violin itu kubawa serta
kelak bila rindu itu menyeruak
pada dawai dawainya kugesek luka
nada ngilu seiiring meninggalkanmu
meski sesaat, engkau pun tahu pedihnya
Ada dua pasang binar mata kanak
kutitipkan doa di setiap kantuk dan terjaga
pun pada janin yang bernaung
tolong nyanyikan setiap malamnya sebuah lagu
semacam dzikir yang tak sempat kubisikan
Jangan lupa kisahkan pula pada mereka
tentang risalah Ibrahim yang meninggalkan
Hajar di gurun yang ngungun
seperti halnya kutinggalkan kalian
dari kota tepian dan bentang Mahakam
Perjalanan ini bukanlah kehendak semata
bila dunia yang digaidakan
langkah ini pun terasa tak sepadan
sebab rempah makanan yang kau sajikan
celoteh anak anak adalah semerdunya musik
smooth jazz yang sering kita mainkan
Samarinda, 2023
Sajak Tikus Jelang Mati
Di cekung kelokan got rupawan kota
persis di bawah padatnya jalan raya
pekat anyir air ceceran kotoran
raja tikus uzur menggelar sidang akbar
berhimpunlah rakyat mendengar sabda
Berabab sudah kita mendiami dan berdiam
menjadi nista tanpa kendali atas kuasa manusia
mengerat apa yang disisa menjadi seteru melulu diburu
bangkai bangkai kerabat kita mati sia sia saat mencari makan
dilindas kendaraan dicampakan begitu saja
tanpa pemakaman atas nama mahluk Tuhan
demi jenama keindahan, kesehatan, dan perababan
tersematlah bangsa kita adalah hama yang perlu dimusnahkan
Otak otak manusia sudah rusak pandir pikir
berlomba mencipta untuk saling menista
zikir sombong dan nurani bolong
mengerat apa yang mereka bisa
memenuhi syahwat anak pinak
melebihi apa yang diajarkan leluhur pada kita
Sudah saatnya kita menjadi penentang
mengambil alih kodrat pengerat yang diambil mereka
Sorak sorai menggema di bawah tanah kota
cericit cindil dan wirok meruncing taring di bebatuan
got got pengap dan gelap ditinggalkan penghuni
hijrah dengan panji belapati
menjelajah kota menjarah peraban manusia
sebagian berkoloni di restoran dan hotel berbintang
mengerat kenyang kencing sesuka hati
sebagian lagi menuju elit perkantoran
mengintip paha perempuan yang panik saat bersua
lalu melompat ke rerumputan padang golf bersama dasamuka
sebagian yang tak butuh kenyang menyalurkan hobi dengan bermukim di brankas brankas bersandi
mengerati gambar pahlawan di sampul uang
Di atas tanah dunia lintang pukang
manusia berlari jijik menjerit tanpa nyali
kucing dan anjing peliharaan semakin
mendekam di kandang kandang
tak ada meongan dan gongongan
Di cekung kelokan got kota
persis di bawah padatnya jalan raya
pekat anyir air ceceran kotoran
raja tikus uzur menuliskan sajak terakhirnya
Samarinda, 2023
Mala Teroka
Pelepah kelapa gugur sendiri
menyisa setandan kelapa tua
karena tak ada lagi yang memanjat
bapak sudah bergetar linu saat berpijak pada jejak gelugu
bukan lantaran surut nyali namun usia tak pernah dapat ditipu
ibu sudah lama tak memeras kelapa menjadi santan
mengepel licin lantai ulin dengan ampasnya
kini ke warung acil sebelah rumah
santan kemasan mudah ia didapatkan
Ilalang meninggi lama abai disiangi
tak sempat dibabat sebab lembu
kini terbiasa memamah konsentrat
ternak ternak dikurung dalam kandang tak lagi diumbar
ketinting berkarat sandar di bahu baru muara
orang orang mengganti jala dan joran dengan tojok dan gancu
meninggalkan sungai menuju daratan
Samboja, 2023
Tuah Tukang Ukir
Belasan hari kami tempuh
mengarungi lautan menaiki gelombang
demi sebuah titah dan undangan
dari yang dipertuan
memperelok kekuasaan
agar kelak jadi tetirah sejarah
Datang kami tak hendak berdagang
tak hendak pula mencari pasangan
apalagi berperang menaklukan
pahat besi dalam peti kayu jati
hanya menjejak batang kayu
bukan di dada penuh angkara
Tugas kami sudah jangkap
jangkar kapal di tepian siap diangkat
kembali ke tanah asal
Tapi siapa bisa sangka
dalam dan tenang samudera
ada bara kesumat hingga tega khianat ke raja
hasut kami tak bersusila merudapaksa dayang istana
hingga jatuh qanun mencabut nyawa
Pantang kami undur diri
meski mati hasut dengki tak akan mampu menghabisi
sungai tempat melarung adalah makam sunyi
hanya tonggak keras ulin tanpa ukir
penanda bahwa lisan sejarah hidup abadi
“Sepuluh hancur luluh, sebelas jadi alas.”
Samarinda, 2023
Behempas
Bilur
sebab gai lihai menyergap
lentur rotan
melenting menghempas badan
Kokoh saloko
bentang anyaman rotan
leluhur penjaga alam
akar, ranting, batang, dedaunan hutan
Ketopong kayu pohon
cerdik siasat lepas jua kepala bolong
akal menebal ilmu meramu
dangkal dalam pasang surut teguh berguru
Bimpas
kepala mlompong berisi amarah
tangantangan memegang bilah memburu entah
orang orang mencari perisai menghindari amukan
sungai sungai hilang tanpa batangan
rotan tak bersua indungnya lagi di hutan
terempas
Samarinda, 2023
Baca juga: Sajak-sajak Uhan Subhan
Baca juga: Sajak-sajak Norham Wahab
Baca juga: Sajak-sajak Osip Mandelstam
Endry Sulistyo, penyair, lahir di Sleman, Yogyakarta, 30 Januari 1978. Puisi-puisinya termuat dalam Antologi Puisi 154 Penyair Indonesia Upacara Tanah Puisi (2022), Antologi Distopia, Sayembara Penulisan Puisi yang diselenggarakan oleh Payakumbu Poetry Festival (2023), dan Antologi Puisi Simbiosis yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia (2023). Sehari-hari berdomisili dan berkarya di Samarinda, Kalimantan Timur. (SK-1)
Recent Comments