Program Berantas Pernikahan Usia Dini


PERMASALAHAN pernikahan usia dini yang banyak terjadi di Indonesia juga dialami di Desa Giri Sako, Kecamatan Logas Tanah darat, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Bidan Senita Riskiwahyuni atau akrab disapa Nita pun miris melihatnya.

“Ketika saya menolong melahirkan, saya kaget dipanggil ke rumah, anaknya ‘kecelakaan’. Saya kira kecelakaan motor, ternyata bukan kecelakaan tapi melahirkan. ‘Melahirkan karena kecelakaan’, itu kejadiannya satu bulan ada dua orang umur 14-15 tahun,” ujar ibu dua anak yang sudah bertugas 15 tahun ini. Ia pun membuat berbagai program di desa yang berjarak 135 kilometer dari Kota Pekanbaru itu.

Ia merintis program Posyandu Remaja sejak awal 2017. Posyandu Remaja didesain untuk memberikan informasi, saling asuh dan kontrol sesama remaja, serta menciptakan banyak kegiatan positif bagi remaja.

“Kebetulan juga saya pulang dari Jepang dapat ilmu tentang remaja. Saya mencoba memberanikan diri bicara kepada pihak desa untuk mendukung saya membuat Posyandu Remaja. Alhamdulillah desa mau mendukung kegiatan saya,” ucap perempuan peraih juara satu Bidan Teladan Provinsi Riau pada 2017 dan namanya masuk daftar orang berprestasi di Kementerian Kesehatan.

Penghargaan tersebut membawanya berhak mengikuti seleksi nasional untuk mendapat pelatih­an tentang kesehatan ibu dan anak di Jepang pada 2017. Ia pun terpilih mengikuti pelatihan selama 18 hari pada November 2017 di Kota Tochigi, Jepang. Kesempatan menimba ilmu ini dibiayai oleh Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA). Ilmu dari Jepang pun ia terapkan di Posyandu Remaja.

Setelah Posyandu Remaja berjalan dua tahun, ia mempunyai kader remaja asli dari desanya, mulai dari psikolog, perawat, kebidanan, hingga guru sekolah remaja. “Di situ kami melakukan pemeriksaan fisik dan edukasi. Kami memunculkan potensi-potensi remaja untuk memunculkan sesuatu yang positif, misalnya kesenian, selawatan, kerajinan, di mana mereka mengerti bahwa kita ini bekerja untuk masa depan,” ujarnya.

Selain program Posyandu Remaja, ia juga menggerakkan Posyandu Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Lansia (BKL). Keproduktifan Nita sebagai seorang bidan pun berhasil menginspirasi warga dan juga bidan lainnya. Meskipun hanya bersifat sosial, kini Nita kerap berkeliling ke 15 desa untuk membina bidan dan kader kesehatan setempat. (*/M-1)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »