TEMPO.CO, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ikut mendalami aliran duit dalam kasus dugaan korupsi base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya terus berkoordiasi dengan aparat penegak hukum.
“Kami terus koordinasi intensif dengan aparat penegak hukum perihal kasus itu. Seluruh pihak terkait dan aliran dananya kami dalami,” ujar dia saat dihubungi pada Kamis, 3 November 2022.
Kendati begitu, Ivan belum menggamblangkan rekening pihak-pihak mana yang sudah didalami dari kasus yang ditangani Kejaksaan Agung itu. Adapun sebelumnya, Kejaksaan Agung menaksir kerugian negara akibat dugaan korupsi BTS Kominfo mencapai Rp 1 triliun. Perhitungan ini mencakup penyelesaian BTS tahap I yang di dalamnya terdiri atas lima paket pekerjaan.
“Rp 10 triliun itu nilai kontrak (tahap I). Kerugiannya mungkin sekitar Rp 1 triliun. Kami masih hitung, itu mungkin atau bisa lebih,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi di kantor Kejaksaan Agung Jakarta, kemarin.
Cakupan wilayah proyek pembangunan menara yang diduga bermasalah meliputi daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) seperti Kalimantan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera, hingga Papua dan Sulawesi. Sumber Tempo di Kejaksaan Agung menyatakan penyidik telah melakukan penelusuran terhadap dugaan tindak pidana rasuah sejak tiga bulan terakhir.
Kuntadi menyatakan penanganan kasus korupsi BTS Kominfo ini pun telah ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Sejumlah pihak, ucap Kuntadi, telah dipanggil untuk dimintai keterangan. Dia juga menyatakan telah melakukan gelar perkara untuk kasus ini.
Tim penyidik pun, kata dia, telah memeriksa sejumlah orang untuk dimintai keterangan. Pihak Kejaksaan Agung juga menyelenggarakan gelar perkara ekspose berdasarkan hasil tersebut. “Diputuskan bahwa terdapat alat bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke penyidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS,” katanya.
Pada periode 31 Oktober hingga 1 November, Kejaksaan Agung juga telah menelusuri dugaan kasus korupsi hingga ke tiga konsorsium yang menggarap proyek tersebut. Kejaksaan Agung menghimpun berkas-berkas dari seluruh konsorsium dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) sebagai penanggung jawab proyek.
“Pada 31 Oktober dan 1 November, penyidik menggeledah di beberapa tempat berkaitan dengan tindak pidana,” ujar Kuntadi.
Kejaksaan Agung telah menggeledah kantor konsorsium PT Fiberhome Teknologi Indonesia, Lintas Arta, hingga ZTE dan IBS. Konsorsium Lintas Arta, Huwaei, dan SEI tercatat melakukan pekerjaan pembangunan menara di wilayah Papua dan Papua Barat dengan jumlah 954 sites untuk tahap pertama.
Kejaksaan Agung juga menghimpun berkas-berkas dari konsorsium IBS dan ZTE. Konsorsium ini mengerjakan pembangunan BTS di wilayah Papua dengan total 1.811 sites.
Selanjutnya, Kejaksaan Agung menggeledah kantor konsorsium Fiberhome, Telkom Infra, dan MTD untuk memperoleh berkas-berkas serupa. Konsorsium tersebut mengerjakan pembangunan menara di Kalimantan, NTT, Sumatera, Maluku, Sulawesi dengan jumlah 1.435 sites.
Selanjutnya, proyek pembangunan BTS sempat tersendat….
Baca juga: Molor Proyek BTS Bakti Kominfo Berujung Denda
Recent Comments