‘INTI dari sekolah bukanlah untuk menjadi baik di sekolah, melainkan bagaimana kita secara efektif mampu menerapkan apa yang sudah dipelajari di sekolah pada konteks pembelajaran yang lain atau berbeda dan dalam kehidupan’ (Grant Wiggins, 2015).
Pembelajaran bermakna berfokus pada pengembangan dan pendalaman pemahaman siswa tentang ‘ide-ide besar’ dan proses-proses kunci sehingga guru harus melengkapi siswa dengan kemampuan untuk mentransfer pembelajaran mereka. Pertanyaannya, apa itu transfer?
Sederhananya, transfer mengacu pada kemampuan untuk menerapkan pembelajaran ke situasi baru di luar rincian bagaimana pelajaran itu sebelumnya dipelajari. Transfer ialah kinerja independen dalam menerapkan pembelajaran tanpa orang lain memberi tahu kita apa yang harus dilakukan dan kapan melakukannya.
Keterampilan mentransfer membutuhkan kemampuan berpikir strategis dan kebiasaan berpikir, tidak hanya ‘memasukkan’ fakta dengan cara hafalan. Lebih khusus, tujuan transfer ialah mengidentifikasi apa yang kita inginkan dari siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran mereka ketika mereka menemukan informasi baru, masalah, dan keadaan tak terduga setelah lulus.
Penilaian kinerja
Karena tujuan transfer ialah untuk mengidentifikasi apa yang harus dapat dilakukan siswa dengan pembelajaran mereka, bukti keterampilan/kemampuan transfer yang tepat akan diperoleh melalui penilaian kinerja yang membutuhkan aplikasi/penerapan (Mc Tighe, 2020). Oleh karena itu, guru harus memasukkan tugas kinerja yang sesuai dengan perkembangan siswa sebagai bagian dari penilaian unit pembelajaran.
Penilaian kinerja belakangan ini menjadi topik diskusi utama di kalangan guru kita, khususnya sejak diperkenalkannya Kurikulum Merdeka yang sangat mendorong pemanfaatan penilaian kinerja dan penilaian alternatif lainnya. Penggunaan penilaian kinerja bagi guru sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru.
Format penilaian yang digunakan guru dalam pembelajaran tidak tunggal; sebaliknya, pilihan format penilaian tergantung dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran/kurikulum. Namun, hasil pengamatan dan diskusi dengan sejumlah guru yang mengajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah didapatkan informasi bahwa pemanfaatan penilaian kinerja masih belum sepenuhnya sesuai dengan kaidah dan prinsip penilaian kinerja.
Pedoman penilaian kinerja
Guna membantu guru menerapkan penilaian kinerja secara benar yang sesuai dengan prinsip dan kaidah penilaian, William A Mehrens, W James Popham, Joseph M Ryan (2005) menawarkan enam pedoman cara menyiapkan penilaian kinerja. Pertama, tentukan apakah interpretasi yang akan diambil dari kinerja siswa terkait hanya untuk tugas kinerja tertentu atau kesimpulan harus juga menggambarkan domain yang lebih luas. Guru-guru yang mengembangkan dan melakukan penilaian kinerja sering tidak jelas tentang apa yang mereka yakini dapat ditarik/diperoleh dari sebuah tugas kinerja.
Saat menyiapkan siswa untuk suatu penilaian kinerja ialah sangat penting guru memahami kesimpulan yang akan dibuat. Apakah tugas kinerja diniatkan untuk menegaskan bahwa siswa; a) dapat mengerjakan tugas, b) melakukan tugas seperti yang diinginkan, atau c) memunculkan/menstimulasi proses intelektual yang diperlukan guna melakukan tugas itu.
Kedua, bila tugas kinerja untuk membuat suatu kesimpulan dari domain yang lebih luas, guru tidak boleh mengajarkan sesuatu yang dapat meminimalkan akurasi inferensi yang akan ditarik/dibuat setelah proses pembelajaran. Misalnya, jika guru ingin membuat kesimpulan tentang kemampuan siswa dalam menganalisis jenis bacaan, guru seharusnya mengajarkan strategi analisis dengan teks/bacaan yang berbeda. Sebaliknya, validitas akan terganggu apabila siswa diajarkan tentang analisis teks/bacaan yang kemudian juga akan digunakan dalam penilaian kinerja. Selain itu, guru tidak boleh membekali siswa dengan bimbingan tugas yang identik dengan tugas akhir pembelajaran penilaian kinerja.
Ketiga, pastikan bahwa siswa tidak dikejutkan dan dibuat bingung dengan format penilaian kinerja. Messick (1994) menegaskan beberapa aspek tugas kinerja memerlukan keterampilan–yang tidak berhubungan dengan format tugas kinerja yang bersangkutan–sehingga kekurangan pengetahuan/keterampilan mengerjakan tugas kinerja yang tidak relevan dapat menghambat siswa mendemonstrasikan kemampuan/keterampilan sebagaimana diharapkan.
Keempat, identifikasi kriteria penilaian sebelum merencanakan pembelajaran dan mengomunikasikannya kepada siswa. Guru harus mengidentifikasi kriteria penilaian yang akan digunakan untuk menilai kelayakan hasil kinerja siswa sebelum merencanakan pembelajaran. Jika guru gagal mengidentifikasi kriteria penilaian utama yang akan digunakan sebelum perencanaan pembelajaran, akan dapat memengaruhi kegiatan pembelajaran dan hasil penilaian kinerja siswa. Misalnya, jika guru hanya menggunakan kriteria penilaian produk untuk mengevaluasi kinerja siswa, aspek proses akan memperoleh porsi minimal.
Seharusnya, jika kriteria penilaian proses yang lebih diutamakan, perhatian kegiatan pembelajaran harus diberikan dengan jelas terhadap kriteria penilaian itu. Kriteria penilaian itu umumnya disajikan secara ringkas dalam bentuk rubrik penilaian yang menjadi bagian dari penilaian kinerja. Khatri dkk (1996) menemukan bahwa guru ‘menggunakan rubrik penilaian sebagai scaffolding untuk mengatur kinerja standar untuk siswa. Kemudian, secara bertahap membangun kinerja siswa untuk tingkat kemahiran yang lebih tinggi’.
Kelima, kemampuan transfer (keterampilan dan pengetahuan), dinilai penilaian kinerja. Pada setiap tahapan proses pembelajaran, guru harus menunjukkan kepada siswa sejauh mana keterampilan dan/atau pengetahuan yang diperoleh dapat/tidak dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas penilaian kinerja yang serupa. Beberapa tugas dalam hidup menyatu dalam penilaian kinerja sehingga pengetahuan/keterampilan diperlukan untuk mengatasi tugas-tugas tersebut adakalanya tidak berhubungan dengan tugas lainnya.
Derajat kemiripan atau perbedaan tugas dalam penilaian kinerja tentu saja langsung berkaitan dengan masalah bagaimana guru menumbuhkan kemampuan pada siswa untuk menggeneralisasikan kemampuan mereka pada berbagai tugas yang berbeda.
Keenam, menumbuhkan keterampilan evaluasi diri. Selama pembelajaran, seperti yang disarankan pada Pedoman 4, guru harus mengomunikasikan kriteria penilaian yang digunakan. Dengan adanya akses terhadap kriteria penilaian, siswa selama proses penyelesaian tugas dapat menilai kualitas pekerjaannya secara mandiri. Penguatan kemampuan siswa dalam mengevaluasi tingkat usaha mereka saat mengatasi kesulitan tugas penilaian kinerja yang berbeda merupakan strategi pembelajaran yang sangat kuat guna meningkatkan penguasaan siswa secara umum atas keterampilan dan/atau pengetahuan yang dinilai tugas kinerja.
Guru harus mendorong dan menilai kemampuan siswa dalam melakukan evaluasi diri, memberikan umpan balik, dan koreksi agar siswa dapat menjadi penilai diri yang jujur dan akurat. Selain itu, evaluasi diri dapat mendorong perubahan sikap, tindakan, dan penguatan identitas pada siswa sebagai hasil pembelajaran. Wallahualam bissawab.
Recent Comments