KICK Andy episode bertajuk Ibu Rumah Tangga Plus-Plus yang tayang hari ini pukul 21.05 WIB menghadirkan tiga bintang tamu ibu rumah tangga yang juga berperan besar membantu lingkungan dan warga sekitar. Margareta Sofyana, ibu rumah tangga di Kampung Jawa Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga merupakan seorang kader paliatif atau kader untuk perawatan pada seorang pasien dan keluarganya yang memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Perawatan paliatif dilakukan dengan cara mengurangi gejala-gejala yang mengganggu, misalnya, dengan mengurangi nyeri serta memperhatikan aspek psikologi dan spiritual. Lewat cara itu, diharapkan kualitas hidup pasien dapat terjaga semaksimal mungkin.
Perempuan yang akrab disapa Rita itu aktif sebagai kader sejak 2013 atau sejak pengalaman pribadi merawat adik iparnya. Ibu tiga anak itu juga tergerak karena melihat masyarakat di sekitarnya memiliki kesadaran yang rendah akan kesehatan. Sebab itu, ia aktif mengunjungi pasien-pasien yang tidak lagi mendapatkan pengobatan medis atau sedang rawat jalan.
Rita pun memberikan motivasi dan edukasi kesehatan kepada mereka yang sedang sakit parah atau sedang menjalani pengobatan serius. Tak hanya mendatangi rumah ke rumah, ia juga mendatangi area lokalisasi dan diskotek untuk memberikan edukasi kesehatan.
Perempuan kelahiran Jakarta, 20 Oktober 1972, itu mengatakan menolong orang tidak mesti menunggu kaya. Apabila tidak bisa menolong dengan uang, tolonglah dengan tenaga.
Sebelum dirinya menjadi kader paliatif, Rita telah menjadi kader posyandu. Meski bukan tugasnya, ia dengan senang hati membantu sampai pengurusan administrasi rumah sakit. Ia bahkan pernah menjadikan diri sebagai jaminan ketika ada warga yang melahirkan tanpa suami dan tidak bisa melunasi biaya. “Menolong orang sampai sembuh sudah sesuatu yang membahagiakan,” katanya saat tampil di Kick Andy.
Beragam pelatihan
Keaktifan di posyandu menjadi jalan Rita ditawari untuk mengikuti pelatihan kader paliatif oleh Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kelurahan. Baginya, seorang ibu rumah tangga bisa mendapatkan pelatihan itu ialah sebuah anugerah.
“Saya dipilih menjadi kader, jadi ada pelatihan khusus kader paliatif cancer. Nah, saya diajak dan saya ikut. Ternyata di pelatihan itu ilmunya banyak dan bermanfaat. Pelatihannya berulang-ulang, setahun 2-3 kali,” tuturnya.
Dengan pelatihan yang didapat, Rita bersyukur dapat bermanfaat lebih banyak, ia mampu berinteraksi dan merawat pasien dengan penyakit kanker.
Rita pun aktif berkomunikasi dengan pihak puskesmas di lingkup kecamatan. Ia mengaku senang karena puskesmas-puskesmas cukup kooperatif dalam menindaklanjuti kasus yang ada.
Rita juga mendapatkan pelatihan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) sehingga bisa menjadi kader paliatif untuk kanker dan TBC. Tugas Rita ialah mengambil dahak dari pasien TBC ataupun keluarga dari pasien TBC untuk tindakan preventif. Ia tidak takut tertular karena disiplin menjalankan prosedur.
Rita sama sekali tidak keberatan jika uang pribadinya harus keluar untuk mengantar pasien ke puskesmas atau bahkan rujukan ke rumah sakit. Dukungan penuh didapatkannya dari keluarga, sang suami pun terkadang ikut mengantar ketika Rita harus berkegiatan.
Namun, tidak jarang ia dicibir karena bukanlah seorang lulusan kesehatan, melainkan hanya lulusan SMP. Namun, semuanya ia anggap angin lalu, termasuk jika ada pasien yang sulit dibujuk berobat.
“Ada yang menderita kanker payudara, kanker payudaranya sudah membengkak. Saya datang ke rumahnya dan ngajakin berobat. Pokoknya dia marah-marah dengan bahasa-bahasanya dia kesal lihat saya lewat, padahal saya lewat buat beli nasi uduk bukan ke dia, dia duduk di pos RW, saya tahu-tahu ditimpuk dari belakang,” tutur perempuan yang juga pernah diamuk penderita gangguan jiwa yang diajaknya berobat.
Di tengah kesibukannya menjadi kader kesehatan, perempuan berdarah Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu tetap menjalankan kewajibannya sebagai ibu. Ia bersyukur anak-anaknya cukup berprestasi.
Anak pertamanya lulusan Administrasi Niaga Universitas Indonesia, anak kedua telah lulus akuntansi pajak, dan anak ketiga menjadi bintara polisi.
Tak jarang ia juga menjadi tempat menimba ilmu para mahasiswa magister kedokteran yang mendapatkan rekomendasi dari dosen mereka. Dengan semua peran itu, Rita bersyukur hidupnya dapat bermanfaat.
Recent Comments