TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mendorong kalangan petani sawit swadaya agar bisa terkonsolidasi dalam koperasi supaya lebih mudah mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan hasil taninya.
Asisten Deputi Pengembangan dan Pembaruan Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Bagus Rachma menilai dengan bergabung dalam wadah koperasi, selain bisa mendapat jaminan rantai pasok dan harga, standardisasi produk yang dihasilkan pun bisa tercapai.
“Data BPS pada 2020 mencatat 40 persen lahan perkebunan sawit dikelola petani swadaya. Tapi menurut kami, sebaiknya mereka terkonsolidasi,” katanya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “Atur Tata Kelola Industri Sawit” yang dipantau di Jakarta, Rabu, 8 Juni 2022.
Bagus menyebut kebanyakan petani sawit swadaya mengolah sawit di lahan sendiri yang terpencar-pencar. Rata-rata lahan mereka mencapai 2 hektare hingga 2,5 hektare. Karena kondisi tersebut, menurutnya akan lebih baik jika mereka terkonsolidasi dari sisi lahan.
“Mereka terpencar di beberapa hamparan makanya BPDPKS susah mau replanting. Tapi kalau terkonsolidasi melalui koperasi, akan masuk skala ekonominya,” katanya.
Bagus menambahkan, koperasi juga bisa berperan sebagai agregator agar standar produk petani sawit swadaya bisa terjaga.
“Kalau dari data, 35 persen dari total produksi 44,8 juta ton sawit dikelola masyarakat, maka mereka tidak bisa berdiri sendiri. Tapi mereka harus terkonsolidasi dengan koperasi sehingga koperasi yang nanti berhadapan dengan pembeli,” katanya.
Sebelumnya, Kemenkop UKM menilai konsolidasi tersebut diharapkan dapat mewujudkan pilot project pembangunan industri sawit rakyat pada tahun 2022 sebagai upaya antara lain mengembangkan minyak sawit merah (red palm oil) sebagai solusi mengatasi masalah ketersediaan maupun harga minyak goreng.
Baca: Kemenkop UKM Targetkan 12,8 Juta UMKM Dapat Bantuan Produktif Usaha Mikro
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Recent Comments