Keluarga SH Mintardja Persembahkan Perpustakaan SH Mintardja


AGUNG Sedayu, Sekar Mirah, dan Rudita atau Mahesa Jenar, oleh warga Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, bahkan Indonesia, dikenal sebagai tokoh-tokoh yang seolah-olah memang telah mewarnai perjalanan

sejarah di Jawa khususnya Jawa Tengah dan DIY pada masa lalu.

Tokoh-tokoh tersebut muncul di karya sastra klasik yang ditulis oleh SH Mintardja atau Singgih Hadi Mintardja (26 Januari 1933-18 Januari 1999). Karyanya, banyak menghiasi cerita bersambung koran atau surat kabar yang terbit di Yogyakarta dan Jawa Tengah kala itu.

Baca juga: 108 Lembaga Pengelola Zakat Ilegal Bisa Merusak Kepercayaan Publik

Sepanjang hayatnya, SH Mintardja telah menghasilan lebih dari 20 judul cerita. Dan, masing-masing cerita menjadi buku yang berjilid-jilid. Misalnya saja, meski tidak rampung karena pengarangnya meninggal dunia, Api di Bukit Menoreh (396 jilid), Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan (118 jilid), Bara di Atas Singgasana (79 jilid), Sayap-sayap Terkembang (67 jilid), Pelangi di Langit Singasari (50 jilid), Sepasang Ular Naga di Satu Sarang (37 jilid), Nagasasra Sabuk Inten (36 jilid), Suramnya Bayang Bayang (34 jilid) atau Panasnya Bunga Mekar (31 jilid) dan masih banyak lagi.

“Api di Bukit Menoreh yang tidak terselesaikan, dinobatkan sebagai novel terpanjang di dunia,” kata salah satu putra SH Mintardja, Andang.

Meski sudah hampir 23 tahun, sang pengarang ini meninggal dunia, namun penggemarnya masih cukup banyak. Tak ingin mengecewakan penggemarnya dan sekaligus menghimpun jejak-jejak karya, keluarga besar SH Mintardja, kemudian membuka Perpustakaan SH Mintardja. Perpustakaan ini menempati rumah tempat tinggal SH Mintardja di Gedongkiwo MJ I/801, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

“Memang masih ada yang belum kami temukan. Namun, sudah hampir lengkap, semua karya SH Mintardja telah kami tampilkan,” kata Andung.

Baca juga: Kepala BPIP Minta Anggota DPRD Pasuruan Terapkan Pancasila dalam Bekerja

Perpustakaan ini, katanya, juga untuk melayani kalangan mahasiswa maupun akademisi yang hendak melakukan penelitian terhadap karya-karya SH Mintardja. Buku-buku karya SH Mintardja ini disusun di rak yang ditata dengan apik dan menarik. Namun tidak hanya buku karya SH Mintardja saja yang dipajang.

“Kami juga memajang buku-buku yang selama ini menjadi bacaan SH Mintardja,” katanya. Buku tersebut antara lain Babad Tanah Jawa, Babad Giyanti dan lainnya.

Karya SH Mintardja memang dikenal bernuansa sejarah mulai dari zaman Singasari, Majapahit, Demak, Pajang hingga Mataram. Misalnya Mahesa Jenar (Nagasasra Sabuk Inten) berlatar belakang zaman Demak Bintoro. Atau Raden Juwiring, mudir Kyai Danatirta dari Padepokan Jati Aking yang berlatar belakang Mataram Kartasura (Bunga di Batu Karang),

atau Mahisa Agni yang berlatar belakang Kerajaan Singasari (Pelangi di Langit Singasari).

Andung menambahkan, di Perpustakaan SH Mintardja ini juga dipajang naskah-naskah ketoprak yang pernah ditulis oleh SH Mintardja dan bahkan menjadi ketoprak sayembara yang disiarkan oleh TVRI Yogyakarta. Sedangkan yang terkait dengan kehidupan SH Mintardja, masyarakat bisa menyaksikan mesin ketik tua yang pernah digunakan dan juga mesin ketik

listrik, serta kacamata. Demikian pula foto-foto SH Mintardja.

“Perpustakaan ini terbuka untuk umum, siapa pun bisa datang dan membaca atau melihat-lihat karya dan ruang tamu beliau,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Monika Nur Lastiyani mendukung keberadaan perpustakaan tersebut. Bahkan, siap membantu untuk pengelolaan dan penataan perpustakaan SH Mintardja. “Kami juga akan membantu digitalisasi karya-karya SH Mintardja,” katanya.

Monika berharap dengan adanya perpustakaan ini akan semakin meningkatkan literasi masyarakat dan terbuka kesempatan untuk kajian dan penelitian karya SH Mintardja. (H-3)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »