TEMPO.CO, Jakarta -Peneliti dari for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 25 basis poin dapat menjadi penekan inflasi.
“Jadi perlu kebijakan moneter dan fiskal untuk menahan laju inflasi, salah satunya melalui kenaikan suku bunga acuan,” kata Nailul saat dihubungi pada Rabu, 24 Agustus 2022.
Dia mengatakan inflasi per Juli 2022, sudah mencapai 4,94 persen, dan bulan ini bisa mencapai lebih dari 5 persen. Sudah lebih tinggi dibandingkan dengan target pemerintah dan BI yang sebesar 3 persen +/- 1 persen.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22-23 Agustus 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen. Sebelumnya adalah 3,5 persen.
“Keputusan kenaikan suku bunga kebijakan tersebut sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers pada Selasa, 23 Agustus 2022.
Nailul mengatakan dengan suku bunga yang meningkat, permintaan barang dari masyarakat cukup tertahan, dan bisa menekan inflasi dari sisi permintaan.
Namun memang di satu sisi, kata dia, kenaikan suku bunga akan menurunkan kredit baik kredit produktif dan non produktif (konsumtif). Pertumbuhan ekonomi bisa relatif melambat dan pengangguran bisa meningkat dalam jangka pendek.
“Jadi memang ada minus-nya, dan positifnya bisa menahan inflasi agar tidak meningkat secara signifikan,” kata dia.
Mengenai bantalan kenaikan harga BBM subsidi pertalite, menurutnya, naik atau tidaknya Pertalite, inflasi Indonesiaa tetap naik. “Walaupun dengan adanya kenaikan suku bunga bisa menekan konsumsi atau permintaan barang, termasuk Pertalite,” ujar Nailul.
Baca Juga: Ekonom Yakin BI Masih Bakal Menaikkan Suku Bunga Acuan hingga 4,25 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments