ADVOCACY Officer Save the Children Indonesia Siti Fuadilla menyampaikan pencegahan perkawinan anak harus dilakukan serentak dan berkelanjutan. Isu perkawinan anak di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN dalam kasus perkawinan anak.
“Berdasarkan data Koalisi Perempuan Indonesia, 1 dari 8 anak perempuan yang ada di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Kita melihat urgensinya, di tingkat dunia maupun di Indonesia, perkawinan anak sudah sangat penting untuk kita cegah bersama,” tutur Dilla, Sabtu (5/11).
Dilla mengatakan, dalam menjalankan peran sebagai pelopor dan pelapor, anak dapat berpartisipasi pada tahap konsultatif, kolaboratif, maupun memimpin upaya maupun kegiatan pencegahan perkawinan anak.
Baca juga: Menteri PPPA : Perkawinan Anak Ancam Masa Depan Anak
“Sebagai pelopor, anak dapat mengembangkan karakter dan kebiasaan baik pada diri yang bermanfaat bagi lingkungannya dalam pencegahan perkawinan anak. Tingkatkan pengetahuan untuk berpikir kritis, termasuk pengetahuan mengenai dampak perkawinan anak yang berbahaya, kemudian sampaikan kepada lingkungan sekitar,” ujar Dilla.
“Itu merupakan salah satu bentuk menjadi pelopor. Anak juga bisa melakukan pendekatan interpersonal kepada teman sebaya dan menularkan kebiasaan baik terkait pencegahan perkawinan anak serta melakukan kegiatan yang berkontribusi positif dalam pencegahan perkawinan anak,” tambahnya.
Untuk memperkuat posisi Forum Anak sebagai pelapor, Dilla menyatakan mereka dapat melaporkan dugaan atau melihat indikasi terjadinya kasus perkawinan anak di lingkungannya.
Anak dapat melakukan pelaporan kepada guru di sekolah, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), maupun Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) melalui call center 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
“Namun demikian, ketika menjadi pelapor, kerahasiaan, keamanan, dan privasi anak harus dijaga oleh orang dewasa yang menerima laporan,” kata Dilla.
Dalam kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Kandungan Kebidanan Fita Maulina mengatakan, perkawinan anak merupakan isu global yang menyebabkan banyak permasalahan saat kehamilan.
“Kehamilan di usia muda atau anak dapat menyebabkan persalinan prematur atau kurang bulan; hamil dengan penyakit lainnya, seperti anemia karena ketidaktahuan pentingnya nutrisi; keguguran berulang; kelainan pada janin; dan Angka Kematian Ibu/Bayi meningkat. Pastikan menikah bukan karena sudah hamil duluan, bukan karena malu dengan sosial masyarakat. Pastikan perkawinan dan kehamilan sehat, serta jangan bergonta-ganti pasangan,” ujar Fita.
Berdasarkan saran dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kata Fita, usia paling sehat untuk menikah adalah 21-35 tahun.
“Karena organ reproduksinya sudah sempurna; dari segi ekonomi sudah cukup mampu; mental sudah siap; serta pengetahuan mengenai pentingnya nutrisi dan kehamilan sudah banyak didapat dan dipelajari,” ucap Fita.
Semenatara itu, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA mengatakan Forum Anak dapat berpartisipasi lebih besar untuk membantu kebijakan pemerintah dalam menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia.
“Topik webinar pada hari ini merupakan masalah kita semua, yaitu masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia. Kalian sebagai pelopor dan pelapor bisa ikut berkontribusi mencegah dan menurunkan angka perkawinan anak. Isu perkawinan anak menjadi salah satu topik besar dalam Hari Anak Sedunia yang akan dirayakan di Kota Manado pada tanggal 20 November mendatang,” kata Rohika.
“Kami harapkan kalian dapat menyampaikan rencana aksi yang dapat diterapkan di daerah, terutama daerah yang perkawinan anaknya masih tinggi dan pemahaman kesehatan reproduksi,” tandasnya. (OL-1)
Recent Comments