TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tekanan inflasi ditimbulkan oleh disrupsi yang sangat serius dari sisi pasokan atau supply.
“Disrupsi dari sisi suplai sangat serius terjadi karena berbagai hal termasuk dari geopolitik, namun lebih juga dari leader market dan kemudian menimbulkan tekanan inflasi,” ujar Sri Mulyani di gedung DPR, Jakarta pada Jumat, 1 Juli 2022.
Namun pemulihan ekonomi saat ini yang bersamaan dengan penanganan Covid-19 semakin memberikan keyakinan kepada masyarakat agar bisa terus beraktivitas. Meskipun ada resiko baru yang bisa membebani perekonomian nasional maupun dunia.
Terutama, kata Sri Mulyani, risiko yang berhubungan dengan geopolitik. Sebab, berlangsungnya perang antara Rusia dan Ukraina telah berimbas pada lonjakan harga sejumlah komoditas, terutama pangan, energi hingga pupuk.
Sri Mulyani menjelaskan saat ini bank sentral menjadi sumber dan pemain utama yang akan sangat menentukan atau menstabilkan dari sisi harga. Dengan kenaikan inflasi, menurut dia, maka pemerintah perlu meresponsnya dengan strategi kebijakan moneter dan fiskal.
Sedangkan dari sisi suplai, menurut bendahara negara ini, permintaan atau demand masyarakat di masa pemulihan ekonomi ini juga berkontribusi pada tekanan inflasi. “Kita juga memahami walaupun sebagian sangat besar adalah karena sisi supply yang terdistrupsi, juga karena demand side dengan pemulihan ekonomi memberikan kontribusi. Jadi kita harus balance memberikan kelolanya hari ini dan ke depan,” tutur Sri Mulyani.
Lebih lanjut ia memaparkan hampir seluruh komoditas terutama minyak, gas, dan mineral serta makanan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Bahkan kenaikan harga komoditas itu sebenarnya sudah mulai terjadi sejak awal pandemi yakni tahun 2021.
Meskipun ada upaya ekspansi kegiatan ekonomi di sisi manufaktur, menurut Sri Mulyani,tapi belakangan juga terlihat tanda-tanda stagnasi dari ekspansi tersebut. “Artinya tidak terjadi kenaikan yang terus menerus atau sudah mulai menunjukkan adanya saturasi. Sebab, kenaikan harga-harga komoditas membuat confidence dari masyarakat mengalami tekanan karena adanya inflasi yang tinggi.”
Tingginya laju inflasi di Amerika Serikat juga telah memaksa bank sentral atau The Fed mengerek suku bunga patokannya dan secara tak langsung memperketat likuiditasnya. Hal itu yang dinilai berpotensi menimbulkan gejolak volatilitas karena peranan dolar AS di dalam transaksi dunia sangat besar, hingga mencapai lebih dari 60 persen.
Akibatnya, inflasi di AS memberikan dampak yang sangat signifikan kepada seluruh dunia. “Amerika dengan adanya kenaikan inflasi yang tinggi telah menurunkan consumer confidence sangat dramatis,” tuturnya. Bahkan kata Sri Mulyani, indeks keyakinan konsumen di negara Abang Sam kini lebih rendah ketimbang saat awal pandemi yakni pada tahun 2020.
Recent Comments