Indonesia Fintech Summit 2022, Layanan Keuangan Digital Diharapkan Dorong Inklusi Keuangan


TEMPO.CO, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) beserta pelaku industri kembali menyelenggarakan Indonesia Fintech Summit (IFS) pada 10 hingga 11 November 2022. Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir, berharap IFS mampu mengoptimalkan dampak positif sektor jasa keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kestabilan sistem keuangan di masa mendatang.

Salah satunya dengan mengimplementasikan keseimbangan antara inovasi, pertumbuhan, dan perlindungan konsumen. “IFS menjadi upaya AFTECH untuk meraih visi, yakni mendorong inklusi keuangan melalui layanan keuangan digital,” ujar Pandu dalam konferensi pers di Wisma Mulia 2 Jakarta, Senin, 7 November 2022.

Sementara itu Ketua Umum dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI), Adrian Gunadi,  berharap IFS maupun Bulan Fintech Nasional (BFN) kali ini bisa menghasilkan gagasan-gagasan signifikan. Khususnya untuk mengoptimalkan potensi industri fintech yang berasal dari kebutuhan riil masyarakat.

Dian mencontohkan lahirnya industri fintech lending yang didorong tingginya credit gap di Indonesia—yakni mencapai Rp 1.650 triliun per 2018—khususnya di kalangan masyarakat unbanked dan underserved.

“Kehadiran fintech lending diharapkan bisa menjadi salah satu solusi dari masalah ini,” ujar Adrian.

Menurutnya, industri fintech lending terbukti dapat memberikan kemudahan layanan finansial di tengah masih banyaknya masyarakat Indonesia masih masuk ke dalam kategori unbanked. Sebab hingga September 2022, industri ini berhasil mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp455 triliun yang disalurkan oleh 960.396 pemberi pinjaman atau lender kepada 90,21 juta penerima pinjaman atau borrower.

“Ini adalah bukti nyata kontribusi fintech lending dalam memeratakan inklusi keuangan di Indonesia,” kata dia.

Lebih lanjut, Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Duni Dermawan, mengatakan bahwa IFS tahun ini  mengangkat berbagai tema yang sejalan dengan topik Presidensi G20 Indonesia. Salah satunya ihwal pengembangan pembayaran lintas negara atau cross-border payment yang menjadi salah satu agenda prioritas. Untuk mewujudkan hal tersebut, interoperabilitas yang dicapai melalui kerja sama lintas batas internasional perlu diperkuat di tengah peningkatan digitalisasi ekonomi dan keuangan.

“Termasuk percepatan digitalisasi menuju inklusi ekonomi-keuangan, remitansi, perdagangan ritel, dan UMKM,” ujar Dudi.

Adapun ihwal penguatan sektor keuangan digital, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, Triyono, mengatakan saat ini OJK berkolaborasi dengan seluruh elemen ekosistem keuangan digital untuk mempersiapkan infrastruktur. Di antaranya e-KYC, tanda tangan elektronik, dan digital ID, serta perangkat keamanan siber yang diyakini mampu meningkatkan tata kelola dan tingkat keamanan dalam bertransaksi melalui layanan dan produk keuangan digital.

“Di sisi demand, masyarakat juga harus disiapkan dengan literasi keuangan digital yang memadai sehingga paham akan risiko-risiko dalam bertransaksi melalui produk dan layanan keuangan digital. Saya kira peran asosiasi juga cukup sentral di kedua sisi”, ujar Triyono.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »