TEMPO.CO, Jakarta – Harga minyak dunia untuk jenis Brent untuk pengiriman Januari naik 4,1 persen atau US$ 3,9 menjadi US$ 98,57 per barel di London ICE Futures Exchange.
Kenaikan harga minyak pada akhir perdagangan Jumat, 4 November 2022, atau Sabtu pagi WIB tersebut didukung oleh dolar AS yang lebih lemah dan larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia. Selain itu ada faktor kemungkinan Cina melonggarkan beberapa pembatasan Covid-19 di tengah bayang-bayang kenaikan suku bunga The Fed.
Kenaikan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember sebesar US$ 4,44 atau 5 persen. Harga minyak dunia kemudian berada di level US$ 92,61 per barel di New York Mercantile Exchange.
Baca: Sri Mulyani: Risiko Sudah Beralih dari Pandemi ke Gejolak Ekonomi dan Keuangan
Artinya, selama pekan ini, patokan harga minyak mentah AS telah melejit hingga 5,4 persen. Sedangkan harga minyak mentah Brent naik 5,1 persen, berdasarkan kontrak bulan depan.
Adapun indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya turun 1,81 persen menjadi 110,8770 pada akhir perdagangan Jumat kemarin. Hal tersebut yang kemudian mendorong harga minyak lebih tinggi. Secara historis, harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS.
Selain karena pengaruh dolar AS, hasar minyak juga mendapat dukungan dari ekspektasi pemulihan permintaan yang solid di Cina. Pasalnya, ada sinyal pemerintah negara tirai bambu itu bakal mengeluarkan kebijakan Covid-19 yang berubah cukup substansial meskipun jumlah kasusnya naik ke angka tertinggi pada Kamis lalu.
Hal ini terlihat dari berbagai desas-desus yang muncul di pasar saham Cina di antaranya tentang berakhirnya penguncian yang ketat. Walau begitu, hingga kini belum ada perubahan kebijakan yang diumumkan pemerintah secara resmi.
Sementara itu, pasokan minyak dunia diperkirakan akan tetap ketat karena rencana embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia dan penurunan stok minyak mentah AS. Analis PVM Oil Associates Tamas Varga seperti dikutip oleh Reuters menatakan pelemahan dolar serta larangan penjualan minyak Rusia yang akan datang bakal mendukung ketika fokus bergeser dari kekhawatiran resesi ke masalah pasokan.
Meski begitu, sinyal besaran kenaikan suku bunga AS turut menyebabkan penurunan harga minyak dunia. Presiden Federal Reserve (Fed) Richmond, Thomas Barkin, misalnya, pada Jumat kemarin menyatakan siap untuk bertindak ‘lebih sengaja’ dengan mempertimbangkan laju kenaikan suku bunga AS di waktu mendatang. Tapi di saat yang sama, ia juga mengatakan suku bunga dapat terus naik lebih lama dan ke titik akhir yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.
ANTARA
Baca juga: Harga Minyak Naik 2 Persen, WTI Tercatat di USD 88,37 dan Brent Ditutup di USD 94,65 per Barel
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Recent Comments