Harga Minyak Dunia Melonjak, Pertamina Klaim Hemat Biaya USD 2,2 Miliar


TEMPO.CO, Jakarta – PT Pertamina (Persero) meningkatkan efisiensi di seluruh lini bisnis, baik holding maupun subholding mulai dari hulu, pengolahan sampai hilir. Hal ini dilakukan seiring lonjakan harga minyak mentah dunia.

Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini mengatakan perseroan telah mengembangkan berbagai kebijakan dan strategi bisnis dari sisi keuangan maupun operasional.

Selama tahun 2021, kata Emma, Pertamina berhasil melakukan optimalisasi biaya sebesar US$ 2,21 miliar atau sekitar Rp 32,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.380 per dolar AS).

“Biaya tersebut diperoleh dari program penghematan biaya (Cost Saving) sebesar US$ 1,36 miliar, penghindaran biaya (Cost Avoidance) sebesar US$ 356 juta, serta tambahan pendapatan (Revenue Growth) sekitar US$ 495 juta,” kata Emma dalam keterangan resmi Pertamina, Ahad, 19 Juni 2022.

Selain itu, kata Emma, Pertamina juga menjalankan program lindung nilai (hegding) untuk manajemen risiko pasar. Kemudian, perseroan juga melakukan sentralisasi pengadaan, prioritas belanja modal dan manajemen aset dan liabilitas untuk menurunkan biaya atau beban bunga (cost of fund).

Selain memperketat finansial, Emma berujar Pertamina juga menerapkan strategi operasional dalam rangka meningkatkan pendapatan yang sebagian besar dijalankan oleh anak usaha yakni enam subholding. Di bisnis hulu, Pertamina terus meningkatkan produksi dan lifting minyak dan gas bumi atau migas untuk memanfaatkan momentum naiknya harga minyak.

“Hasilnya, produksi naik sebanyak empat persen dan lifting tiga persen,” tutur Emma.

Emma menuturkan Pertamina mengoptimalkan seluruh biaya serta mengelola aspek finansial perusahaan agar dapat menekan biaya termasuk memprioritaskan proyek-proyek yang memiliki hasil cepat.

Menurut Emma, kinerja positif dari operasional hulu tersebut, disumbangkan dari Blok Rokan dan aset luar negeri serta upaya konsisten menjaga tingkat produksi melalui pengeboran sumur dan penemuan sumber daya.

Sepanjang tahun 2021 itu juga, Pertamina telah mengebor 12 sumur eksplorasi dan 350 sumur eksploitasi. Pada tahun yang sama, temuan cadangan (2C) telah mencapai 486,70 MMBOE, dan tambahan cadangan terbukti (P1) mencapai 623,47 MMBOE.

Emma menyebutkan di pengolahan dan petrokimia, pada tahun 2021 Pertamina menerapkan strategi optimasi crude and product. Hal ini telah berkontribusi pada peningkatan yield of value produk sekitar tiga persen.

Strategi tersebut terkait dengan pemilihan dan substitusi ekonomis minyak mentah, dan memaksimalkan high valuable products dengan high spreads. Di sisi lain, produksi kilang juga meningkat sebagai respons atas permintaan energi yang lebih tinggi akibat pemulihan ekonomi nasional.

Adapun di lini transportasi dan logistik, menurut Emma, Pertamina telah mengoptimalkan load factor untuk meraih pendapatan dan efisiensi biaya. Di sisi bisnis gas, Pertamina juga meningkatkan volume perdagangan dan transportasi gas serta volume transportasi minyak.

“Dan setelah legal end state, kami juga mengintensifkan resource sharing, seperti sharing fasilitas dan sharing development agreement, khususnya di upstream sub-holding,” ujar Emma.

Emma mengatakan kinerja positif di hilir juga didukung oleh pemerintah melalui pengakuan kompensasi selisih harga jual eceran jenis BBM tertentu (HJE JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite pada tahun 2021, mencapai sekitar US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 58,6 triliun di luar pajak, serta pembayaran atas kompensasi  2018 dan 2019 sekitar US$ 1,7 miliar arau bila dirupiahkan sebesar Rp 24,1 triliun di luar pajak.

Menurut Emma, dukungan pemerintah berlanjut di tahun 2022 melalui revisi kebijakan yang menetapkan Pertalite (RON90) sebagai Bahan Bakar Penugasan Khusus menggantikan Premium (RON88) dan penyesuaian harga Pertamax.

“Kami sangat mengapresiasi keputusan Pemerintah dan DPR yang telah menambah pagu anggaran subsidi dan kompensasi 2022 untuk menjaga dan melindungi daya beli masyarakat serta menahan potensi inflasi,” tutur Emma.

Hal ini, kata dia, juga merupakan bukti dukungan terhadap Pertamina dalam penyediaan energi di tengah tantangan harga minyak mentah yang tinggi.

Dengan dukungan tersebut, pada tahun 2022 Pertamina mengembangkan strategi utama melalui upaya mendorong produksi migas naik hingga 17 persen, menargetkan Yield Valuable Product sebesar 79,9 persen, penambahan outlet BBM sekitar 3.000 Pertashop, pengembangan pasar digital hingga 25 juta pengguna MyPertamina, dan memperbesar porsi pendapatan dari non-captive market di bisnis shipping hingga 7,5 persen.

“Untuk memperkuat komitmen energi rendah karbon akan memproduksi listrik 7.138 GWh dan didukung oleh peningkatan kapasitas terpasang yang ditargetkan hingga 2,9 GW. Strategi yang penting lainnya, unlock value yang dikembangkan oleh anak perusahaan,” ujarnya.

Emma mengatakan di sektor keuangan, Pertamina juga akan fokus optimalisasi biaya yang ditargetkan mencapai hingga US$ 600 juta.

Baca: Bitcoin Anjlok hingga di Bawah Rp 274 Juta, Apa Saja Pemicunya?

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »