Bunga Acuan Naik jadi 3,75 Persen, Gubernur BI: Ada Risiko Stagflasi dan Resesi di Sejumlah Negara


TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen salah satunya didasari oleh faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud yakni perlambatan ekonomi global yang disertai dengan peningkatan risiko stagflasi.

Bank sentral, kata Perry, juga menilai masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. “Pertumbuhan ekonomi sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Cina berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya disertai dengan risiko stagflasi di sejumlah negara dan resesi di negara maju sebagai dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa, 23 Agustus 2022.

Adalah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) 22-23 Agustus 2022 yang akhirnya memutuskan menaikkan suku bunga acuan menjadi 3,75 persen tersebut. Adapun BI 7 day Reverse Repo Rate telah bertahan di level 3,5 persen sejak Februari tahun lalu.

Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 basis poin menjadi 3 persen dan suku bunga lending facility turut ditingkatkan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen.

Lebih jauh, Perry memaparkan indikator dini pada Juli 2022 mengindikasikan adanya perlambatan konsumsi dan kinerja manufaktur di AS, Eropa dan Cina. Sementara itu, tekanan inflasi global masih tinggi seiring dengan masih berlangsung ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme sejumlah negara, serta gangguan pasok rantai global.

Sejalan dengan itu, kata Perry, volume perdagangan dunia diprediksi lebih rendah seiring dengan perkembangan ekonomi global. Oleh karena itu, ketidakpastian global masih terus beranjut akibat pengetatan moneter sejumlah negara maju, terutama AS, meski tidak seagresif sebelumnya.

“Hal ini pun mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Perry.

Perry juga memaparkan faktor internal yang mendorong bank sentral memutuskan menaikkan suku bunga acuan. “Keputusan tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi dan inflasi volatile food,” katanya.

Selain itu, kata Perry, kenaikan suku bunga acuan juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah. Stabilitas rupiah diperlukan agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat.

BISNIS | ANTARA

Baca: Kepala PPATK Sebut Pelaku Judi Online Sangat Piawai Hilangkan Jejak, Ini Deretan Modusnya

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »