Banyak Makhluk Berdarah Dingin yang Tidak menua


DUA penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Science menemukan bahwa hanya ada sedikit bukti terjadinya penuaan di beberapa spesies berdarah dingin. Hal ini sedikit berbeda dari teori evolusi yang menyatakan bahwa penuaan atau kerusakan fisik merupakan kondisi yang tak terhindarkan.

 

Salah satu penelitian itu dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Dokter Ekologi Populasi Satwa Liar dari Pennsylvania State University, Amerika Serikat (AS), David Miller. Dikutip dari situs France 24, Kamis (23/6), Miller dan rekan-rekannya mengumpulkan data dari studi lapangan jangka panjang yang terdiri dari 107 populasi dari 77 spesies di alam liar, termasuk kura-kura, amfibi, ular, buaya, dan kura-kura.

 

Penelitian ini menggunakan teknik yang disebut “penangkapan kembali”. Sejumlah hewan ditangkap dan dipasangkan tag yang membuat peneliti dapat memantau keberadaan mereka di alam. Tim juga mengumpulkan data tentang masa hidup hewan setelah mencapai kematangan seksual, dan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan tingkat penuaan, serta umur panjang. Individu dikategorikan berumur panjang jika tetap hidup di usia ketika 95% populasi mereka telah mati.

 

“Kami menemukan contoh penuaan yang dapat diabaikan,” jelas ahli biologi Beth Reinke dari Northeastern Illinois University (AS), yang juga tergabung dalam penelitian itu.

 

Terabaikannya penuaan bukan saja ditemukan di spesies kura-kura, melainkan juga katak, kodok dan buaya. “Penuaan yang dapat diabaikan tidak berarti bahwa mereka abadi,” tambahnya. 

 

Studi yang didanai oleh US National Institutes of Health ini tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang penuaan pada ektoterm, atau spesies berdarah dingin, dan menerapkannya pada manusia, yang berdarah panas.

 

Para ilmuwan telah lama menganut ektoterm—kondisi mahluk hidup yang memerlukan suhu eksternal untuk mengatur suhu tubuh mereka dan oleh karena itu memiliki metabolisme yang lebih rendah. Penuaan mereka lebih lambat dari mahluk hidup endoterm atau berdarah panas, di mana panas dihasilkan dari internal tubuh dan mereka memiliki metabolisme yang lebih tinggi.

 

 

Tingkatan ektoterm dan endoterm juga berlaku dalam mamalia. Tikus memiliki tingkat metabolisme yang jauh lebih tinggi daripada manusia dan harapan hidup yang jauh lebih pendek.

 

Di sisi lain, studi juga menemukan bahwa metabolisme bukanlah faktor utama yang mengakibatkan penuaan lebih cepat. “Meskipun ada ektoterm yang menua lebih lambat dan hidup lebih lama daripada endoterm, ada juga ektoterm yang menua lebih cepat dan hidup lebih pendek,” kata tim setelah mengontrol faktor-faktor seperti ukuran tubuh.

 

Studi ini juga memunculkan petunjuk menarik yang bisa memberikan jalan untuk penelitian masa depan.  Misalnya, ketika tim melihat langsung pada suhu rata-rata suatu spesies, dibandingkan dengan tingkat metabolisme, mereka menemukan bahwa reptil yang lebih hangat akan menua lebih cepat. Namun yang terjadi pada amfibi adalah sebaliknya.

 

Satu teori yang terbukti benar ialah hewan-hewan yang memiliki pelindung luar, seperti cangkang atau dapat mengeluarkan racun, dapat hidup lebih lama dan berumur lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang tidak.

 

 “Cangkang penting terkait penuaan dan apa yang dilakukannya membuat kura-kura sangat sulit untuk dimakan. Apa yang dilakukannya adalah memungkinkan hewan untuk hidup lebih lama dan agar evolusi bekerja untuk mengurangi penuaan sehingga jika mereka menghindari dimakan, mereka tetap berfungsi dengan baik,” tutur Miller.

 

Studi kedua oleh tim di University of Southern Denmark dan institusi lain menerapkan metode serupa pada 52 spesies penyu dan kura-kura di populasi suatu kebun binatang. Mereka menemukan 75 persen penuaan yang dapat diabaikan.

 

 “Jika beberapa spesies benar-benar lolos dari penuaan, dan studi mekanistik dapat mengungkapkan bagaimana mereka melakukannya, kesehatan manusia dan umur panjang dapat bermanfaat,” tulis ilmuwan Steven Austad dan Caleb Finch.

 

Namun, mereka mencatat bahwa bahkan jika beberapa spesies tidak mengalami peningkatan kematian selama bertahun-tahun, kelemahan fisik terkait dengan usia tetap terjadi. Kondisi ini pula yang terjadi pada kura-kura Jonathan the Seychelles yang berusia 190 tahun ini. Jonathan kini mengalami kebutaan dan telah kehilangan indra penciumannya sehingga harus diberi makan dengan tangan oleh petugas. (M-1)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »