Buruh Ancam Demo Besar Mulai Pekan Depan Jika Kenaikan UMP Tak Direvisi


TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengancam akan melakukan aksi demo atas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 di sejumlah daerah yang telah ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah hari ini, Senin, 28 November 2022.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga mendesak pemerintah merevisi besaran kenaikan UMP 2023 yang dinilai tidak sesuai inflasi.

Said Iqbal, mencermati kenaikan Upah Minimum (UMP) di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta sebesar 5,6 persen, Banten sebesar 6,4 persen, Jogja sebesar 7,65 persen, hingga Jawa Timur sebesar 7,85 persen. 

Ia memaparkan beberapa sikap organisasi serikat buruh terhadap keputusan kenaikan UMP 2023.

Pertama, menolak nilai presentase kenaikan UMP dikarenakan di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5 persen plus pertumbuhan ekonomi Januari -Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen. 

“Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year (yoy),” tutur Said Iqbal melalui keterangan tertulis, Senin, 28 November 2022. 

Kedua, terkait dengan kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6 persen. Buruh mengecam keras keputusan Pejabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh. 

“Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh,” tegas Said Iqbal. 

Untuk itu, partai buruh mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55 persen sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.

Menurutnya, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di Jakarta. Sebab ia menghitung bahwa biaya bahwa biaya sewa rumah, transportasi, makan, listrik, dan biaya komunikasi buruh mencapai Rp 3,7 juta per bulan.

“Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin,” ujarnya. 

Ketiga, Said menegaskan UMP DKI Jakarta yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di seluruh Indonesia menjadi kecil. 

Untuk itu, Buruh mendesak agar UMP DKI Jakarta direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.

Keempat, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh tetap mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker 18/2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja.

Sikap Kelima, kata Said Iqbal, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh meminta Bupati dan Walikota dalam merekomendasikan nilai UMK ke Gubernur adalah sebesar antara 10-13 persen.

“Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13 persen,” ucapnya.

NABILA NURSHAFIRA

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini





Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »