Totalitas Menguak Misteri Luar Angkasa



MISTERI akan kehidupan luar angkasa, termasuk alien, sudah sejak lama menarik banyak orang. Di Yogyakarta, Venzha Christ tidak sekadar menyalurkan ketertarikannya dengan mengumpulkan informasi luar angkasa, tetapi membentuk komunitas yang aktif melakukan riset.

Venzha mendirikan Indonesia UFO Network (IUN) pada 2019 yang menjadi wadah pertukaran informasi dan pembelajaran terkait Extra-Terrestrial (ET), Search for Extra-Terrestrial Intelligence (SETI), Unidentifi ed Flying Object atau Unidentifi ed Aerial Phenomenal (UFO/UAP), sejarah peradaban, seni luar angkasa, dan pengetahuan luar angkasa secara umum.

Pada Juli lalu, IUN berhasil menggelar festival bertajuk Indonesia UFO Festival (IUF) 2022 yang mencakup berbagai kegiatan konfrensi, workshop sains antariksa, eksplorasi suara, pameran, workshop wayang alien, dan berbagai seni.

“Kenapa kita memilih kata UFO karena UFO ini sebenarnya satu ruang yang masih sangat abu-abu sekali. Nah, disitu yang menarik karena misterinya masih banyak.

Alasan besar karena peradaban manusia di planet bumi ini masih belum punya teknologi yang ‘mumpuni’ untuk mengetahui semua fenomena atau misteri yang ada di alam raya yang maha luas ini,” katanya, saat hadir di acara Kick Andy episode Kulik Komunitas Unik, yang tayang Minggu (11/9) di Metro Tv pukul 21.05 WIB. Pria

berusia 47 tahun ini mengungkapkan tertarik pada UFO sejak belia. Ketika remaja, ia menggunakan uang jajan untuk membeli komponen-komponen elektronik untuk

merakit walkie-talkie, pemancar radio, dan penangkap gelombang suara.

Selepas menamatkan pendidikan di ISI, Yogyakarta, pada 1999, Venzha bersama sejumlah rekannya membentuk House of Natural Fiber (HONF) Foundation, sebuah

komunitas dan platform terbuka yang kemudian menjadi lembaga resmi yang berorien tasi pada seni, sains, dan teknologi.

Setelah itu, tahun 2011, ia mendirikan v.u.f.o.c Lab, sebagai salah satu divisi utama dalam tubuh HONF Foundation, yang fokus pada karya-karya seni dan sains antariksa.

Lantas, bersama dengan semakin berkembangnya HONF Foundation dan jejaring internasional Venzha, pada 2014, v.u.f.o.c menginisasi platform bernama Indonesian

Space Science Society (ISSS) yang kemudian diresmikan pada 2015, dan menyelenggarakan International SETI (Search for Extra-Terrestrial Intelligence) Conference pada 2016.

Simulasi hidup di Mars

Sejauh ini, v.u.f.o.c Lab dan ISSS telah mendapat pengalaman atau kesempatan riset ke 40-an negara dengan lembagalembaga astronomi dan sains antariksa, termasuk badan antariksa Amerika Serikat NASA (National Aeronautics and Space Administration).

Selain itu, ia dan timnya juga sempat terlibat proyek pameran ‘A Human Adventure’ yang dihelat oleh NASA pada 2016 dan memajang seni instalasi DIY (Do It Yourself) Radio Astronomi di Art Science Museum, Singapura. Bentuk radio tersebut hampir menyerupai satelit dan ia memiliki antena-antena yang bisa menangkap sinyalsinyal

dari objek-objek luar angkasa, seperti bintang atau planet.

Sinyal-sinyal itu kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk suara serta visualisasi signal yang bisa diperdengarkan telinga manusia dan dilihat langsung. Setelahnya, karya Space Art dari v.u.f.o.c Lab dan ISSS tersebut juga sempat menuju Korea, Prancis, India, UAE (United Arab Emirates) dan Amerika.

Venzha juga pernah ikut simulasi bertahan hidup berbasis teknologi luar angkasa di Jepang pada 2019. Kini, ia dan timnya sedang menggarap rencana program pembangunan simulasi Mars di Kulonprogo, Yogyakarta, tepatnya di kawasan Menoreh. Venzha ingin berfokus pada teknologi seperti cocok tanam luar angkasa yang dapat membuat manusia bertahan hidup di Mars.

Simulasi analog Mars yang diberi nama VMARS (v.u.f.o.c Mars Analogue Research Station) itu akan mulai dibangun pada penghujung 2022. Meski begitu, sejak 2020,

VMARS telah dipresentasikan di sejumlah negara, seperti Jepang dan Thailand. Bahkan tahun 2022 ini VMARS juga dipresentasikan dalam acara pameran Digital

Resonance, G.MAP (Gwangju Media Art Platform), UNESCO Media Art Creative City Platform, Korea Selatan.

“Manusia ialah makhluk yang sangat lemah, jadi tanpa adanya kolaborasi, keterikatan dengan makhluk yang lain, tanpa kita mencintai tumbuhan dan hewan, kita gak akan mungkin survive. Sebenarnya dengan benda mati pun harus berkolaborasi dan saling menyayangi, gak hanya dengan makhluk hidup,” pungkasnya. (M-1)






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »