MINGGU sore itu, di sebuah ruangan di lantai dua Lewi’s Organics Factory Shop, Tangerang Selatan, kakak beradik Smitha Tiara Hapsari dan Swasthi Marsha Hapsari tengah membuka lokakarya merangkai bunga. Kegiatan itu diikuti sekitar 14 peserta yang mayoritas perempuan. Itu merupakan lokakarya luring pertama Bunga Jeumpa, lini bisnis rangkai bunga milik Smitha dan Marsha yang lahir sejak pandemi. Sebelumnya, keduanya juga sempat membuka lokakarya, tetapi dilakukan secara daring.
Smitha dan Marsha memulai bisnisnya pada Juni 2020. Ketika itu, kakak adik tersebut mengisi waktu di rumah saat pandemi dengan hobi mereka, merangkai bunga. Kegemaran tersebut berawal dari hobi ibunya yang terampil membuat rangkaian bunganya sendiri di rumah. Dari situlah mereka akhirnya terbiasa merangkai bunga.
Bunga Jeumpa beralih menjadi bisnis beberapa bulan kemudian, yakni pada Agustus 2020. Awalnya Smitha dan Marsha hanya membagikan rangkaian bunga yang mereka buat ke kerabat dan teman. Lalu banyak yang mendorong keduanya untuk membuat bisnis dari hobinya tersebut.
“Awalnya autodidak memang. Lalu kami dikenalkan dengan kerabat yang memang bisa merangkai bunga, dari proses banyak melihat, praktik sendiri, dan setelah setahun berjalan, kami ambil kelas untuk mengasah kemampuan kami secara teknis dalam merangkai bunga,” kata Marsha saat berjumpa dengan Media Indonesia di Lewi’s Organics Factory Shop, Tangerang Selatan, Minggu, (21/8).
Setelah berjalan dua tahun, bisnis merangkai Bunga Jeumpa pun berkembang. Dari yang mulanya hanya merangkai untuk kanvas dan bouquet, kini mereka pun beberapa kali menerima jasa untuk merangkai padsuatu acara.
Iklan Instagram
Ketika itu modal awal yang dikeluarkan antara Rp2 juta-Rp5 jutaan dengan memanfaatkan beberapa barang yang tersedia di rumah, seperti vas dan beberapa peralatan untuk memotong. Karena memulai bisnis pada masa pandemi, jalan yang dipilih pertama untuk mengenalkan entitas mereka ialah lewat digital. Saat itu Bunga Jeumpamenggunakan Instagram dan memanfaatkan iklan yang kemudian mengantarkan mereka bertemu klien pertama mereka.
“Orderan pertama datang dari orang yang tidak kami kenal. Dan bagi kami, ini menarik. Kok mau ya? Padahal, kami baru unggah beberapa foto. Ternyata ketertarikan orang belanja via online di masa pandemi itu juga membawa keberuntungan bagi kami dan para UMKM lainnya yang produknya secara online bagus,” ungkap Marsha.
Menurut Marsha, salah satu langkah berhasil dalam berbisnis ialah menemukan pasarnya. Sebab itu, dengan keterbatasan pandemi Marsha dan Smitha pun berstrategi dalam mengomunikasikan produk mereka secara daring untuk menjaring pasar potensial Bunga Jeumpa.
“Kami menggunakan beberapa cara, seperti iklan Instagram. Jadi, kami mempromosikan beberapa unggahan kami. Yang mau kami jual itu kami boost dengan bantuan iklan. Dari situlah tiba-tiba ada yang menyapa kami,” cerita Marsha.
Namun, salah satu yang mendongkrak pamor Bunga Jeumpa ketika mereka dipercaya mendekorasi acara tunangan kerabat Marsha dan Smitha yang berlokasi di tempat elite di Jakarta Selatan. Dari situ, banyak orang kemudian bisa menikmati secara langsung hasil dekorasi rangkaian bunga oleh Smitha dan Marsha.
“Setelah dari situ, tiba-tiba ada pesanan datang dari luar Jakarta, seperti Bandung dan Yogyakarta. Memang tempat yang oke itu juga memengaruhi branding ya.”
Selain iklan, salah satu kunci Bunga Jeumpa, menurut Marsha, ialah mampu menyampaikan pesan dan gaya secara visual. Dari konten kreatif yang disusun, pesannya pun harus jelas ke audiens. “Selain pasang iklan, sebenarnya hebatnya produksi komunikasi online ketika benar-benar bisa ‘ngena‘, itu akan viral banget,” kata Marsha.
Namun, Marsha pun menyadari kerawanan digital untuk bisnisnya. Sebagai entitas bisnis yang berbasis pada keterampilan seni merangkai bunga, ia pun mengaku bisa saja suatu saat desain-desain rangkaian bunga yang diunggahnya dijiplak pelaku bisnis lain. “Hal-hal tersebut enggak bisa dikontrol di dunia digital karena informasi cepet banget. Replika gaya itu akan banyak banget di media sosial dan internet. Kuncinya, bagaimana brand bisa menjadi diri sendiri.”
Proyeksi
Saat ini, dalam sebulan setidaknya Bunga Jeumpamenerima pesanan untuk kebutuhan personal 10-15. Sementara itu, untuk dekorasi suatu acara, mereka bisa menerima dua hingga empat dengan nominal rerata per suatu acara bisa mencapai Rp20 juta. Sebab itu pula Marsha dan Smitha memutuskan keluar dari kerjaan kantoran mereka dan serius menjadi florist.
Untuk rangkaian bunga personal sendiri, Bunga Jeumpa mematok harga untuk rangkaian di vas terendah dari harga Rp600 ribuan. Sementara itu,untuk bouquet, Rp400 ribuan. Harga tertinggi bisa mencapai Rp1 jutaan lebih.
Beberapa bunga yang digunakan ialah kombinasi bunga lokal dan impor. Untuk bunga lokal, mereka biasanya berbelanja di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat. Biasanya, bunga anggrek dan melati merupakan dua di antara bunga lokal yang turut menghias dekorasi-dekorasi rancangan mereka.
“Untuk bunga impor sendiri, susahnya lebih ke keterbatasan importir bunga di Jakarta yang cuma ada sekitar lima. Kadang misal customer mau ada bunga tertentu, tapi bisa jadi kami kecolongan duluan. Jadi strategi kami untuk bisa mengakomodasi kebutuhan customer dengan membuka pesanan H-3. Sebagai florist, itu kadang juga harus bisa cepat-cepatan ambil,” kata Marsha.
Kini, Bunga Jeumpa pun telah menyusun beberapa proyeksi ke depan untuk membesarkan skala bisnis mereka, mulai persona di digital hingga posisi sebagai entitas bisnis perangkai bunga.
“Kami pengin benar-benar kuat di acara dan pernikahan. Mimpi besarnya bukan cuma bunga,tapi juga kain, tas, dan sesuatu yang indah ada di kami. Penginnya juga kami berinvestasi di website. Itu semacam portofolio digital. Kalau di Instagram,kan, cuma foto. Di website kami bisa bercerita lebih banyak, ada video juga.” (M-4)
Recent Comments