Membangun Keunggulan


MELIHAT perkembangan Sekolah Sukma Bangsa (SSB) saat ini ialah suatu kebersyukuran yang tak habis-habisnya mengingat awal berdirinya sekolah ini 16 tahun silam. Awal sekolah itu dibangun pada 2015, ada papan nama proyek pembangunan sekolah yang bernama Sukma yang merupakan singkatan dari Sekolah Unggulan untuk Kemanusiaan. Tentu saja singkatan nama itu ialah doa dari pengelolanya agar kelak sekolah yang didirikan dari derma para dermawan berbagai penjuru dunia yang merespons bencana gempa dan tsunami pada Desember 2004 menjadi sekolah unggulan bagi anak-anak korban gempa dan tsunami.

Namun, untuk mendapat predikat unggul bukanlah klaim sepihak dari pengelola hanya dengan parameter bangunan fisik yang bagus dan baik, fasilitas belajar seperti ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan, serta semua sarana penunjang yang baik dan bagus. Unggul ialah sebuah label yang disematkan orang lain yang merasakan keunggulannya. Dalam konteks sekolah, label unggul hanya dapat diraih dengan proses interaksi yang cukup panjang antara guru dan siswa, sekolah dengan lingkungan sekitarnya, serta sinergi yang baik antara semua pemangku kepentingan pendidikan di lingkungan sekolah sebagai ciri sekolah dengan manajemen yang efektif. (Ahmad Baedowi, dkk, 2015)

 

Siswa angkatan pertama

Siswa SSB angkatan pertama ialah siswa yang direkrut dengan kekhususan, yaitu korban gempa dan tsunami, korban konflik, dan korban sosial ekonomi (siswa tidak mampu). Mereka direkrut bukan karena kemampuan akademis yang baik, bahkan ada di antara mereka yang direkrut tanpa ijazah karena ijazahnya hilang ditelan tsunami. Mereka direkrut berdasarkan rekomendasi dan komitmen dari sekolah asalnya untuk mengeluarkan ijazah sebagai syarat administratif dan semua diverifikasi melalui proses validasi lapangan yang ketat.

Hasilnya? Tentu saja sesuai dengan kondisi lapangan. Siswa SSB angkatan pertama dengan salah satu dari tiga kriteria di atas mengisi kelas-kelas SSB dan bisa dibayangkan apa yang terjadi. Ada siswa yang tiba-tiba menangis ketika mendengar gemercik air dari keran air (trauma tsunami). Ada yang saling tuduh antarsiswa sebagai yang bertanggung jawab atas kematian keluarga mereka (konflik antara GAM dan TNI). Ada juga siswa yang inferior karena merasa, memang faktanya, miskin. Belum lagi masalah akademis mereka yang saat dilakukan tes dasar, rata-rata mendapatkan skor di bawah 30 dari skala 100 untuk tiga mata pelajaran, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Tes dasar dilakukan untuk menjadi peta awal guru dalam mengajar.

 

Guru angkatan pertama

Melihat kompleksitas siswa seperti gambaran di atas, terbayang sudah kualifikasi guru yang harus direkrut, yaitu mumpuni secara akademik, sensitif terhadap kebutuhan dan keadaan psikologis siswa, mampu mendampingi siswa dalam belajar, serta mampu menjadi keluarga kedua siswa di asrama. Proses rekrutmen guru angkatan pertama dilakukan setelah kebutuhan guru untuk tiga lokasi sekolah ditemukan. Setiap sekolah saat itu membutuhkan 30 orang guru untuk tiga level (SD, SMP, dan SMA).

Pengumuman rekrutmen dilakukan secara masif di Media Indonesia, termasuk teks berjalan Metro TV. Hanya dalam waktu dua minggu pengumuman, panitia seleksi menerima 1.020 berkas lamaran dari seluruh Indonesia untuk semua mata pelajaran yang dibutuhkan. Sebanyak 1.020 berkas lamaran diseleksi dan tersisa sekitar 700 berkas yang memenuhi syarat untuk lanjut ke tahap tes tulis, yaitu tes bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, dan bidang studi yang dilamar. Harapan lumayan tinggi untuk mendapatkan 90 calon guru. Namun, apa daya, dari 700 peserta yang ikut tes tertulis, panitia hanya mendapatkan kurang dari 20 orang yang layak untuk masuk tes wawancara. Situasi itu tentu saja cukup mengkhawatirkan mengingat kebutuhan guru yang harus direkrut.

Melihat hasil yang demikian, tim rekrutmen memutuskan untuk memanggil peserta yang dinilai dapat dilatih (trainable) dengan kemampuan belajar yang tinggi, mau dilatih, dan mau belajar. Singkat cerita, tim rekrutmen hanya berhasil meloloskan peserta wawancara sebanyak 75 orang untuk ditempatkan di tiga lokasi sekolah dengan berbagai bidang studi yang berbeda di setiap lokasi.

 

Masa orientasi

Masa orientasi calon guru itu sudah dipersiapkan dan didesain selama 3 bulan menginap dalam sebuah asrama untuk semua peserta, tanpa terkecuali. Hasil rekrutmen siswa dan guru menunjukkan semakin mendesaknya masa orientasi itu. Selama tiga bulan orientasi, diisi dengan materi-materi komunikasi efektif, manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS), penguatan konten, persiapan sekolah, FGD kode etik yang menghasilkan statuta, menyiapkan dokumen mengajar (RPP), dan micro-teaching, serta memahami sistem informasi sekolah terpadu online (Sisto).

Materi pelatihan komunikasi efektif sangat penting diberikan kepada peserta. Tujuannya agar peserta dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan komunikasi mereka dengan para siswa dan mengasah sensitivitas mereka akan kebutuhan siswa kelak.

Berikutnya, materi manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS) sangat penting menjadi bekal para peserta dalam menghadapi siswa, mengingat siswa berasal dari berbagai latar belakang sosial, politik, dan ekonomi yang berbeda. Keterampilan mengelola konflik amat diperlukan dalam menghadapi siswa dengan kekhususan, seperti siswa Sukma, agar guru dapat mendeteksi lebih awal potensi kekerasan yang mungkin terjadi pada siswa.

Materi penguatan konten juga tidak kalah pentingnya, mengingat hasil tes tulis yang diraih peserta yang masih di bawah rata-rata dan harus menghadapi siswa yang umumnya di bawah rata-rata, tidak sesuai dengan levelnya. Hasil dari pelatihan penguatan konten itu ialah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Berikutnya yang juga tak kalah pentingnya ialah membangun dan menyepakati aturan main melalui proses diskusi kelompok terfokus. Hasil dari diskusi kelompok ini ialah statuta yang menjadi acuan kode etik warga sekolah. Semua proses tersebut di atas menjadi tonggak pencapaian (milestone) bagi SSB dalam upaya membangun keunggulan. Semua proses itu masih terekam dengan sangat baik dalam bentuk dokumen panduan yang menjadi acuan bagi sekolah dalam proses rekrutmen guru. Namun, apakah kemudian SSB dapat mengklaim diri unggul? Hanya Tuhan dan masyarakat sekitar SSB yang berhak menilainya. Selamat ulang tahun Sukma, jangan berhenti belajar. Wallahualam.






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »