Mereka-reka Lakon Hidup Ken Dedes


NAMA Ken Dedes mungkin sudah tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Berbagai buku dan tulisan kerap menyebutkan sosok istri Ken Angrok tersebut sebagai sosok permaisuri yang cantik, pintar, dan idaman para lelaki.

Namun, selain dari unsur-unsur tersebut, nyatanya selama ini belum ada satu buku yang membahas khusus sosok Dedes. Seorang ibu dari para raja-raja di Jawa yang mengalami berbagai hal penting dan tak mudah selama hidup hingga akhir hayatnya.

Rasa penasarannya akan sosok Dedes yang masih misterius tersebut menjadi salah satu alasan utama Amalia Yunus menuliskan buku Tutur Dedes: Doa dan Kutukan. Buku yang diterbitkan Penerbit Banana tersebut merupakan peraih juara pertama ajang Kelompok Penerbit Renjana Indonesia Mencari Naskah yang dilakukan pada 2021.

Dalam diskusi virtual Ngobrol Buku, Jumat (17/6), Amalia mengatakan ia ingin menghadirkan sebuah buku yang secara khusus membahas tentang sang Dedes. Dari ketika ia lahir hingga akhirnya meninggal dunia.

Sebuah buku yang tak hanya menggambarkan sosok Dedes secara terbatas sebagai sosok perempuan cantik istri dari Ken Angrok, tetapi juga Dedes sebagai perempuan yang kuat, berpendidikan, berani, tabah, dan berjiwa kepemimpinan yang tinggi. 

Amalia menceritakan selama ini Dedes selalu diceritakan sebagai pelengkap cerita Ken Angrok saja. Bahkan, di serat Pararaton, satu-satunya sumber utama yang menyebut nama Dedes sekalipun.

“Di sana tidak ada ceritanya, motivasinya, pikirannya, dan sebagainya. Di sana selalu disebut sebagai Dedes yang culas yang mistis didewikan dan sebagainya. Sementara itu, bagaimana sebenarnya kehidupannya dan perannya kala itu tidak pernah di bahas,” ujarnya.

Salah satu buku populer yang banyak membahas soal sosok Ken Dedes setelah Pararaton ialah karangan Pramoedya Ananta Toer. Namun, fokus buku tersebut tetap pada peristiwa kudeta Ken Angrok di kerajaan Tumapel.

Menurut Amalia, bukunya itu merupakan percampuran dari fiksi karangannya dan sejumlah referensi tentang Dedes yang telah hadir pada beberapa literatur pendahulunya.

Pararaton menjadi rujukan utama Amalia dalam menyajikan kisah hidup Dedes. Meski begitu, hanya sebagian kecil karakter Dedes pada Pararaton yang ia adaptasi dalam buku karangannya.

Berbeda dengan Pararaton, buku karangan Amalia seakan menghadirkan nuansa feminis yang kental lewat sosok Dedes. Kehadiran Dedes dalam buku karangan Amalia memiliki makna yang begitu penting bagi orang-orang hingga kehidupan masyarakat dan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa kala itu.

“Sebenarnya saya tidak berniat merancang konsep yang menyuarakan feminis untuk melawan (partiarki) yang mungkin ada di Pararaton. Namun, seiring berjalannya cerita saya tahu juga bahwa memang hal itu (feminis) tidak bisa dibantahkan ada dalam buku ini,” ujar Amalia.

Novel Tutur Dedes berisi 11 bab. Setiap bab menceritakan kisah Dedes di berbagai fase kehidupannya.

Amalia berupaya menghadirkan sebuah kisah yang juga layaknya jawaban akan banyak pertanyaan tentang Dedes di penggemar kisah sejarah dan legenda di Indonesia.

Pertanyaan utama seperti mengapa Ken Dedes bersedia dinikahi Ken Angrok, sementara dia sangat tahu bahwa Ken Angrok ialah pembunuh suaminya, Tunggul Ametung?

Mengapa pula Ken Dedes mengungkapkan rahasia yang pada akhirnya menyebabkan kematian Ken Angrok?

Apa yang berkecamuk di benak permaisuri bernama asli Sri Nareswari tersebut dengan sentuhan karya fiksi bergenre sejarah yang lebih luwes. Kesan modern juga tampak dari beberapa penggambaran karakter sosok Dedes.

Dijelaskan Amalia, sosok Ken Dedes dalam novelnya merupakan gabungan dari beberapa tokoh sekaligus yang kerap muncul dalam bacaan dan kehidupannya sehari-hari. Inspirasinya datang mulai dari keponakannya yang masih berusia 8 tahun hingga tokoh fiksi di berbagai karya yang pernah ia nikmati.

“Misalnya, di bab 1 kan ada adegan yang dia bertualang ke hutan dikirim sang ayah untuk belajar di usia 8 tahun. Di adegan itu saya terinspirasi keponakan saya di usia sama yang sifatnya pemberani, sayang sama binatang, penuh rasa ingin tahu, semangat, dan lain-lain. Model-model seperti itu saya ambil,” ujarnya.

Tokoh perempuan lain yang menjadi inspirasinya dalam menciptakan karakter Ken Dedes dalam bukunya ialah sosok permaisuri di serial Game of Thrones dan putri di Aladin.

“Ketika menghadapi perang, saya terbayang permaisuri Winterfell di Game of Thrones yang memimpin pasukan sekaligus bernegosiasi. Lalu, terakhir ketika kondisi di luar kendali saat anak-anaknya Dedes saling membunuh, saya ingat ketabahan tokoh putri di Aladin dalam menghadapi cobaan berat dalam hidupnya,” ujar Amalia.

Secara garis besar, Amalia menjelaskan buku Tutur Dedes: Doa dan Kutukan tersebut memiliki sudut pandang yang luas tentang sosok Ken Dedes. Walakin, ia tak mengabaikan keakuratan setiap latar adegan dan peristiwa yang terjadi di masa tersebut sesuai yang selama ini ada dalam literatur-literatur sejarah.

“Perang ganter antara Kerajaan Kediri dan Tumapel adalah konflik utama, tapi itu hanya salah satu hal yang terjadi dalam hidup Dedes,” ujarnya.

Selama proses menulis, dikatakan Amalia, bagian tengah buku merupakan bagian yang paling banyak membutuhkan riset. Ia membuat lini waktu setiap peristiwa yang terjadi ketika Ken Angrok berusaha untuk mengalahkan Kerajaan Kediri.

“Kalau di bagian awal dan akhir buku aku lebih banyak bereksplorasi sekreatif mungkin. Berbeda dengan di bagian tengah,” ujarnya.

Amalia mengatakan melalui novelnya ia berharap bisa setidaknya memuaskan imajinasi banyak orang yang kerap mempertanyakan dan membayangkan seperti apa sosok Ken Dedes. Begitu juga dengan perannya sebagai perempuan yang tak hanya memiliki sisi negatif, tetapi juga berbagai sisi positif dan peranan penting dalam masa Kerajaan yang kerap didominasi kalangan lelaki. (Pro/M-2)

 

 






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »